Sanggar Sapta Darma di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dibakar sekelompok massa Selasa siang, 10 November 2015. Tempat ibadah penganut Penghayat Kepercayaan di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, itu dibakar saat sedang dalam proses pembangunan candi yang diberi nama Candi Busono.
Sebelum dibakar, pengelola Sanggar Sapta Darma mengaku diintimidasi pelaku. “Saya ditekan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat Islam Desa Plawangan supaya menghentikan renovasi pembangunan sanggar,” kata Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno.
Sekitar lima menit sebelum pembakaran, kata dia, kepala desa dan camat setempat menghubungi agar renovasi sanggar dihentikan. “Saya langsung menghubungi tukang yang sedang mengerjakan pembangunan, namun ternyata sanggar sudah terlanjur dibakar,” ujar Sutrisno.
Sutrisno menuturkan, bersama penganut Sapta Darma lainnya ia sempat bertemu dengan Pelaksana tugas Bupati Rembang Suko Mardiono di pendapa kabupaten pada Rabu, 2 September 2015 membahas ihwal pembangunan tempat ibadah tersebut.
Namun hasil pertemuan itu mengecewakan warga Sapta Darma. “Saat itu bupati mengingatkan kami agar sementara jangan diteruskan membangun dulu, supaya bisa meredam suasana,” kata Sutrisno.
Namun Sutrisno tetap meneruskan pembangunan dengan pertimbangan telah mendapat izin Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Rembang. ”Kepala Kesbangpol mengizinkan kami meneruskan pembangunan,” katanya.
Dua hari sebelumnya sanggarnya dibakar, Sutrisno telah melihat gelagat buruk. Sebanyak delapan orang tak dikenal mendatangi sanggar sekitar pukul 23.25 WIB. “Mereka keluar masuk bangunan dan terekam oleh kamera CCTV yang kebetulan kami pasang,” ucapnya.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Tedi Kholiludin menyayangkan pembakaran tempat ibadah tersebut. Ia mendesak Suko Mardiono dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo segera meredam konflik antarkeyakinan itu.
Apa lagi ada aturan jelas berupa peraturan besama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: 43 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. "Kehadiran pejabat daerah ke lokasi penting agar konflik tidak berlanjut," katanya. [Edi Faisol]
Foto. Dibakar, Rumah Ibadah Penghatan Kepercayaan (Tempo/Subekti) |
Sekitar lima menit sebelum pembakaran, kata dia, kepala desa dan camat setempat menghubungi agar renovasi sanggar dihentikan. “Saya langsung menghubungi tukang yang sedang mengerjakan pembangunan, namun ternyata sanggar sudah terlanjur dibakar,” ujar Sutrisno.
Sutrisno menuturkan, bersama penganut Sapta Darma lainnya ia sempat bertemu dengan Pelaksana tugas Bupati Rembang Suko Mardiono di pendapa kabupaten pada Rabu, 2 September 2015 membahas ihwal pembangunan tempat ibadah tersebut.
Namun hasil pertemuan itu mengecewakan warga Sapta Darma. “Saat itu bupati mengingatkan kami agar sementara jangan diteruskan membangun dulu, supaya bisa meredam suasana,” kata Sutrisno.
Namun Sutrisno tetap meneruskan pembangunan dengan pertimbangan telah mendapat izin Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Rembang. ”Kepala Kesbangpol mengizinkan kami meneruskan pembangunan,” katanya.
Dua hari sebelumnya sanggarnya dibakar, Sutrisno telah melihat gelagat buruk. Sebanyak delapan orang tak dikenal mendatangi sanggar sekitar pukul 23.25 WIB. “Mereka keluar masuk bangunan dan terekam oleh kamera CCTV yang kebetulan kami pasang,” ucapnya.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Tedi Kholiludin menyayangkan pembakaran tempat ibadah tersebut. Ia mendesak Suko Mardiono dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo segera meredam konflik antarkeyakinan itu.
Apa lagi ada aturan jelas berupa peraturan besama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: 43 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. "Kehadiran pejabat daerah ke lokasi penting agar konflik tidak berlanjut," katanya. [Edi Faisol]