TEMPO.CO, Semarang -Kepala Polisi Resor Rembang, Ajun Komisaris Besar Winarno, menyatakan pengrusakan Sanggar Sapta Darma di Kabupaten Rembang, Selasa 10 November 2015 siang, dilakukan massa spontan saat aparat yang dia pimpin sedang mengikuti upacara hari pahlawan. “Sedangkan aparat polsek hanya sedkit,” kata dia, saat dihubungi Tempo, Rabu (11/11)/.
Dia menolak istilah kecolongan dalam insiden tempat ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang ini. “Saat kejadian kami di Polres sedang upacara,” katanya.
Informasi yang ia terima, massa perusaknya sempat berkumpul di balai desa. Namun secara spontan mendatangi lokasi dan merusak bangunan ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma yang sedang dibangun.
Winarno menyatakan, saat ini kedua belah pihak sudah sepakat damai, sehingga pengusutan tidak dilanjutkan. “Kami tak mengusut kasus ini, untuk menghindari konflik lebih panjang lagi. Ini demi menjaga perdamaian,” kata dia.
Menurut Winarno, perusakan ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma sekitar pukul 10.30, hanya menimbulkan kerusakan ringan karena bangunan sedang diproses. “Hanya kusen dan sebagaian kecil. Karena bangunan masih dalam bentuk tembok tanpa genteng,” katanya.
Ia menjelaskan, bangunan yang sempat dirusak akan dijadikan rumah tinggal. Sedangkan pengurus Penganut Kepercayaan Sapta Darma, akan mencari lokasi lain dibantu pemerintah daerah.
Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno, menyatakan insiden pembakaran itu akibat pemeirntah tak melindungi komunitasnya. Ia menjelaskan memang sempat tak ada titik temu terkait dengan pertemuan warga dengan penganut Sapta Darma. “Pertemuan kedua kami tak di kabari. Sedangkan pertemuan pertama 2 September lalu tak menemukan kesepakatan,” kata dia.
Sutrisno juga menyayangkan pemeirntah daerah yang tak bersikap secara tertulis dalam memberi ruang aktivitas penganut sanggarnya. “Pemda bilang memperbolehkan membangun sanggar tapi tak ada bukti tertulis,” kata dia. [Edi Faisol]
Lambang Sapto Dharmo, Rembang (koranmuria) |
Dia menolak istilah kecolongan dalam insiden tempat ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang ini. “Saat kejadian kami di Polres sedang upacara,” katanya.
Informasi yang ia terima, massa perusaknya sempat berkumpul di balai desa. Namun secara spontan mendatangi lokasi dan merusak bangunan ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma yang sedang dibangun.
Winarno menyatakan, saat ini kedua belah pihak sudah sepakat damai, sehingga pengusutan tidak dilanjutkan. “Kami tak mengusut kasus ini, untuk menghindari konflik lebih panjang lagi. Ini demi menjaga perdamaian,” kata dia.
Menurut Winarno, perusakan ibadah Penganut Kepercayaan Sapta Darma sekitar pukul 10.30, hanya menimbulkan kerusakan ringan karena bangunan sedang diproses. “Hanya kusen dan sebagaian kecil. Karena bangunan masih dalam bentuk tembok tanpa genteng,” katanya.
Ia menjelaskan, bangunan yang sempat dirusak akan dijadikan rumah tinggal. Sedangkan pengurus Penganut Kepercayaan Sapta Darma, akan mencari lokasi lain dibantu pemerintah daerah.
Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno, menyatakan insiden pembakaran itu akibat pemeirntah tak melindungi komunitasnya. Ia menjelaskan memang sempat tak ada titik temu terkait dengan pertemuan warga dengan penganut Sapta Darma. “Pertemuan kedua kami tak di kabari. Sedangkan pertemuan pertama 2 September lalu tak menemukan kesepakatan,” kata dia.
Sutrisno juga menyayangkan pemeirntah daerah yang tak bersikap secara tertulis dalam memberi ruang aktivitas penganut sanggarnya. “Pemda bilang memperbolehkan membangun sanggar tapi tak ada bukti tertulis,” kata dia. [Edi Faisol]
Tags
Sapta Darma Rembang