A. Babak Awal Sosiologi di Dunia
George Ritzer (2004) dalam bukunya yang berjudul Teori Sosiologi Modern edisi ke enam membagi perkembangan teori sosiologi dalam lima tahap. Pertama, sketsa historis teori sosiologi pada tahun-tahun awal. Kedua, sketsa historis teori sosiologi pada tahun-tahun kemudian. Ketiga, teori sosiologi modern pada aliran-aliran utama. Keempat, perkembangan integratif terkini dalam teori sosiologi. Dan kelima, teori sosial dari modern ke post-modern. Namun pada hand out kali ini, hanya akan dibahas perkembangan sketsa historis teori sosiologi pada tahun-tahun awal. Batasan ini digunakan karena mengacu pada kurikulum sosiologi yang digunakan di SMA/MA hanya mengupas tentang sosiologi dari perspektif sejarah awalnya saja. Materi ini kemudian untuk digunakan siswa sebagai sumber materi untuk mengetahui sosiologi sebagai ilmu dan sebagai metode serta mengetahui fungsi sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji hubungan masyarakat dan lingkungannya.
Menurut Ritzer (2004;56) sejarah awal teori sosiologi dipengaruhi oleh dua kekuatan. Pertama, pengaruh kekuatan sosial yang mempengaruhi perkembangan teori sosiologi. Kedua, pengaruh kekuatan intelektual terhadap pertumbuhan teori sosiologi.
1. Pengaruh Kekuatan Sosial Yang Mempengaruhi Perkembangan Teori Sosiologi
Kekuatan sosial yang mempengaruhi perkembangan teori sosiologi diantaranya; revolisi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, sosialisime, urbanisme, perubahan agama, dan perumbuhan saince. Kekuatan intelektual yang mempengaruhi perkembangan teori sosiologi di antaranya; intelektual Perancis, intelektual Jerman, intelektual inggris, intelektual Italia, dan intelektual masa Marxisme Eropa.
Revolusi politik sebagai kekuatan yang mempengaruhi perkembangan sosiologi karena pada peristiwa revolusi politik ini diawali dengan peruntuhan kekuatan/kekuasaan politik yang ada di perancis pada tahun 1789 dan pada abad 19. Pasca dari gerakan revolusi ini kemudian memunculkan chaos dan kekacauan yang tidak kunjung padam. Sehingga memunculkan pemikiran untuk kembali pada ketertiban sosial. Keinginan inilah yang kemudian melahirkan banyak pemikir yang ingin kembali pada kondisi sosial yang tertib, diantaranya tokoh yang mengkaji tentang keteraturan sosial adalah Comte dan Durkheim.
Revolusi industri dan kemunculan kapitalisme dikatakan sebagai kekuatan yang mempengaruhi perkembangan sosiologi karena proses penemuan mesin-mesin mampu menggantikan pekerjaan pertanian ke arah industri. Dari peristiwa ini kemudian muncul institusi-isntistusi ekonomi besar yang dibutuhkan oleh industri dan sistem ekonomi kapitalis. Dengan sistem seperti itu, kemudian lahirlan sistem ekonomi tunggal yang merugikan kaum pekerja. Keadaan inilah yang memunculkan reaksi keras para buruh untuk melakukan gerakan perlawanan sistem ekonomi kapital, yang kemudian melahirkan para pemikir yang berniat membantu menyelesaikan masalah antara kepentingan kapitalis dan buruh. Beberapa tokoh yang bergerak di bidang ini diantaranya; Marx, Weber, Durkheim dan Simmel.
Kemunculan sosialisme dikatakan sebagai kekuatan yang mempengaruhi perkembangan sosiologi karena sosialisme merupakan teori besar yang mencoba untuk mnyelesaikan masalah yang muncul pasca revolusi industri, yaitu penghancuran sistem kapitalis.
Gerakan feminisme juga memberikan sumbangsih dalam perkembangan sosiologi. Gerakan feminisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan karena perempuan mengalami disubordinasi (peminggiran/penginjak-injakan haknya) dari kaum laki-laki. Namun dalam perkembangannya, muncul isu jender yang memposisikan ditengah-tengah antara kepentingan perempuan dan laki-laki. Peristiwa ini kemudian memunculkan tokoh-tokoh perempuan yang mengembangkan teori sosiologi perpektif feminisme dan jender.
Urbanisasi juga termasuk gerakan yang mempengaruhi perkembangan sosiologi. Pasca penemuan mesin-mesin di dunia, banyak pedesaan yang merangkak ke arah urban (kota). Pekerjaan petani telah digeser ke arah profesi industri. Kemudian banyaknya gerakan perpindahan kepentingan dari desa ke kota dan dari kota ke desa yang menimbulkan ekses seperti kepadatan, polusi, kebisingan, dan lain-lain. Keadaan inilah kemudian memunculkan pemikir yang mengkaji tentang urbanisasi dan berbagai masalah yang ditimbulkannya, diantaranya. Tokoh yang pengkajinya adalah Weber dan Simmel.
Perubahan keagamaan dikatakan sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan sosiologi karena pasca dari revolusi politik, revolusi industri, urbanisasi yang menimbulkan banyak masalah, kemudian isu moral sebagai solusi untuk penyelesaian. Isu moral dari sumber agama inilah yang kemudian menjadi kajian menarik untuk dikaji dalam sosiologi agama. Tokoh yang berperan penting dalam gerakan perubahan keagamaan dari teks suci ini kemudian menjadi sebuah dalil untuk melakukan transformasi sosial bukan hanya dalam bentuk ritual penyembaha saja. Tokoh sosiologi agama dalam hal ini diantaranya, Weber, Talcolt Person, dan Durkheim.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan juga dikatakan sebagai faktor pengembang perumbuhan sosiologi karena sejak revolusi industri terjadi pesatnya perkembangan dan minat masyarakat mempelajari ilmu pengetahuan, diantaranya; fisika, biologi, kimia. Peristiwa ini kemudian mendorong pada pemikir untuk mengembangkan sosiologi seperti ilmu pengetahuan yang ada di atas.
2. Pengaruh Kekuatan Intelektual Terhadap Pertumbuhan Teori Sosiologi
Intelektual perancis dikatakan sebagai mengembangkan sosiologi yaitu Simon dan Comte. Claude Henri Saint-Simon (1760-1825) menginginkan untuk mempertahankan keadaan masyarakat seperti apa adanya. Tokoh ini menentang faham kapitalisasi ekonomi. Wacana inilah yang kemudian laris dibahas dikemudian hari dengan munculnya gagasan Marx tentang sosialisme. Auguste Comte (1798-1857) memandang bahwa dinamika sosial lebih penting daripada statitika sosial. Pandangan inilah yan kemudian mengarah pada bahwa sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan ilmiah dikemudian hari. Dinamika sosial yang kemudian menciptakan perubahan sosial kedalam tiga tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positifistis. Dengan gagasan intelektualitas Comte inilah kemudian mengembangkan sosiologi. Emile Dukheim (1858-1917) adalah seorang liberal konservatik. Tokoh ini menggeluti kajian tentang ketertiban sosial dari kekacauan masa pencerahan. Tokoh ini memandang bahwa sosiologi adalah ilmu yang menitikberatkan pada fakta-fakta sosial. Dalam perkembangan studi sosiologinya, Durkheim membagi fakta sosial menjadi dua yaitu fakta sosial material (birokrasi dan huku) dan fakta sosial non material (kultur dan institusi sosial). Untuk mengatasi ketidakteraturan sosial, Durkheim menawarkan sebuah model masyarakat yang terbentuk dengan kesadaran kolektif atau yang diikuti dengan fakta non material dan agama/moralitas sebagai fondasi untuk mencapai keteraturan sosial.
Intelektual Jerman dikatakan sebagai pengembang sosiologi yaitu Marx, Hegel, Feurback, Weber, dan Simmel. GWF Hegel (1770-1883) berpandangan bahwa didunia ini selalu terjadi proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi atau yang disebut dialektika. Untuk mencapai kehidupan yang baik, Hegel menawarkan evolusi kehidupan dengan tingkat kesadaran setiap individu. Pemikiran Hegel inilah yang kemudian memberikan sumbangan besar dalam perkembangan sosiologi dari ranah kesadaran. Ludwig Feurbeck (1804-1872) berpandangan bahwa untuk mencapai tatanan yang baik, manusia perlu memusatkan pada realitas material kehidupan manusia, bukan memusatkan pada gagasannya. Pemikiran ini kemudian dipandang membentangkan kajian sosiologi tentang manusia adalah segala-galanya, bukan agama/Tuhan yang selalu didewakannya. Marx (1818-1883) merupakan tokoh yang pemikirannya dipengaruhi oleh Hegel dan Feurbeck yang dikenal dengan materialisme dialektika. Marx sebenarnya tidak seoarang sosiolog. Namun dengan menjadi jembatan pemikir diatas, pemikiran marx telah memberi sumbangan besar dalam perkembangan sosiologi di kemudian hari, khususnya dalam hal kekuatan menyusun teori sosiologi. Max Weber (1864-1920) berpandangan bahwa ide-ide hanyalah refleksi kepentingan materi ( terutama kepentingan ekonomi) yang berhubungan dengan rantai ideologi. Tokoh yang menitikberatkan pada ekonomi dan persoalan agama, berpandangan bahwa untuk melakukan perubahan tidak harus dengan cara radikal. Pendangan inilah yang kemudian mampu menarik para mahasiswa sosiologi dijerman. Goerge Simmel (1858-1918) merupakan tokoh sosiologi yang dikenal mampu mengembangkan kajian sosiologi mikro. Kajian tentang permasalahan interaksi individu dan tipe-tipe orang yang berinteraksi mampu mengembangkan sosiologi di Amerika. Kajian mendalam tentang kemiskinan, pelacuran, orang kikir, pemboros dan orang asing juga dilakukannya. Kajian simmel tentang fenomena sosial berskala kecil seperti bentuk-bentuk interaksi dan jenis-jenis orang yang berinteraksi.
Intelektual Inggris dikatakan sebagai pengembang sosiologi yaitu Philib Abrams, herbert spancer. Philib Abrams (1968) merupakan tokoh yang mengembangkan sosiologi di Inggris. Sosiologi di inggris digunakan untuk mengumpulkan dan klasifikasi data dari realitas yang ada. Namun untuk mengatasi persoalan kemiskinan sosial, kebodohan, struktur perkotaan, sanitasi yang buruk, kejahatan, dan pola minuman keras diperlukan data yang lebih rinci, pada saat itulah, sosiologi berkembang pesat di sana untuk kepentingan ekonomi pasar. Herbert spancer (1920-1903) adalah tokoh mengembangkan sosiologi di inggris untuk mengetahui struktur masyarakat secara menyeluruh, antar hubungan bagian-bagian masyarakat, dan kaitan fungsi-fungsi satu sama lain maupun pada sistem sebagai suatu keseluruhan.
Intelektual italia dikatakan sebagai pengembang sosiologi yaitu Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca. Vilfredo Pareto (1848-1923) adalah tokoh yang menggunakan sosiologi untuk analisis perubahan sosial di Italia, yang memandang bahwa untuk mencapai perubahan dalam masyarakat terjadi saling ketergantungan seperti pandangan Parson. Gaetano Mosca (1858-1942) adalah tokoh yang mengibarkan perubahan sosial dari elite politik yang ada di Italia. Dari dua tokoh itulah, sosiologi berkembang di Italia.
Intelektual masa marxisme eropa dikatakan sebagai pengembang sosiologi yaitu George Lucac’s atau yang dijuluki sebagai bapak pendiri Marxisme barat. Sosiologi di eropa ini kental digunakan untuk pengaturan hukum ekonomi.
B. Perjalanan Sosiologi di Indonesia
Pada bagian ini akan dipaparkan sketsa singkat perkembangan ilmu sosiologi di Indonesia. Pada bagian ini, sumber yang digunakan adalah dari Soekanto pada buku yang berjudul “Sosiologi Suatu Pengantar” edisi 23 tahun terbit 1997.
Menurut Soekanto (1997;56-61) sosiologi di Indonesia pada permulaannya hanya digunakan sebagai ilmu bantu dari ilmu-ilmu sosial. Sosiologi di Indonesia dalam perkembangannya, Soekanto membaginya menjadi dua tahap. Pertama, permulaan sosiologi di Indonesia. Kedua, pekembangan sosiologi di Indonesia sesudah perang dunia ke dua.
Tahap permulaan sosiologi di Indonesia oleh Soekanto dirinci lagi dengan mengidentifikasi peristiwa-peristiwa sebagai berikut; Pertama, ajaran Wulang Reh oleh Mangkunegoro IV Surakarta terbukti didalamnya sarat kandungan akan hubungan antar golongan (intergroup relation), yang mana kajian hubungan antar golongan ini adalah kajian sosiologi. Kedua, gerakan Pendidikan Nasional yang dipelopori oleh KI Hajar Dewantara yang dalam mengelola organisasi taman siswa, ditemukan sarat pula akan konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia, yang mana kajian tentang konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan adalah kajian sosiologi pula. Ketiga, banyaknya hasil penelitian tentang masyarakat Indonesia dari sarjana belanda diantaranya; Snouck Hurgronje, C Van Vollenhoven, ter Haar, Duyvendak dan lain-lain. Keempat, diberikan mata kuliah sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum, namun pada perkembangan selanjutnya, mata kuliah sosiologi di hapus karena di pandang direlevan dengan pelajaran hukum.
Tahap lanjutan dari perkembangan sosiologi di Indonesia menurut Soekanto adalah pasca perang dunia dua. Pada tahap ini, perkembangan secara periodik di rinci sebagai berikut; pertama, pada tahun 1948 sarjana sosiologi Indonesia (Soenario Kolopaking) memberikan kuliah sosiologi pertama kali di Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta yang sekarang menjadi Fisipol UGM. Kedua, pada tahun 1950 diberikan kesempatan mahasiswa Indonesia kuliah ke luar negeri, untuk mempelajari Sosiologi. Ketiga, banyaknya terbitan buku-buku tentang sosiologi berbahasa Indonesia.
1. Sosiologi Sebagai Ilmu dan Sosiologi Sebagai Metode
Menurut Soekanto (1997;15) telah mengungkapkan dengan jelas bahwa sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu, Soekanto telah menyunting dari pendapat Johson, yaitu sebagai berikut; pertama, sosiologi bersifat empiris karena sumbernya didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Kedua, sosiologi bersifat teoritis hal ini dapat dilihat dalam menyusun abstraksi selalu dari hasil-hasil observasi. Abstraksi merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibatnya, sehingga menjadi teori. Ketiga, sosiologi bersifat spekulatif yang artinya teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama. Keempat, sosiologi bersifat non-etis, yaitu dikaji bukan persoalan baik buruknya fakta tertentu, namun memiliki tujuan untuk memperjelas fakta yang ada secara teoritis.
Setiap ilmu memiliki metode untuk mendapatkan sesuatu, untuk mengetahui sesuatu, untuk menemukan sesuatu, untuk menjawab sesuatu, untuk menyelesaikan sesuatu, melalui kajian/penelitian yang dilakukan. Karena sosiologi sebagai ilmu, maka sosiologi juga memiliki metode seperti halnya ilmu-ilmu sosial lainnya. Dalam melakukan penelitian sosiologi, menurut Soekanto (1997;48-49) metode penelitian sosiologi tedapat dua macam, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan & Taylor, 1995 dalam Utomo, 2004;2). Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah penelitian mengenai masalah alam, manusia dan sosial, yang didasarkan atas pengujian suatu teori (yang dirumuskan dalam kaitan antar variabel), diukur dengan angka-angka, dan dianalisis melalui prosedur statistik, dalam menentukan apakah generalisasi yang diprediksikan dari suatu teori dapat diuji kebenarannya (Sumaryanto, 2006;1).
Metode kualitatif menurut Soekanto (1997;48-49) dibagi lagi menjadi tiga pendekatan, yaitu penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan analisis historis, komperatif, dan studi kasus. Pendekatan historis merupakan model analisis atas peristiwa-peristiwa sosial masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Model analisis komperatif yaitu sebuah analisis perbandingan antara bermacam-macam permasalahan sosial. Serta pendekatan analisis studi kasus yaitu mempelajari sedalam-dalamnya salah satu persoalan sosial. Adapun untuk kajian metode penelitian sosiologi di bangku SMA ini, akan difokuskan pada metode kualitatif, karena penelitian ini memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa karena tidak menjenuhkan, tanpa hitungan angka-angka serta data dapat diperoleh dengan cara wawancara, pengamatan, kepustakaan dan dokumentasi yang mendukung kompetensi siswa dalam pencapaian kompetensi yang ada di mata pelajaran sosiologi.
Menurut Rahman (2004,2) dalam melakukan penelitian perlu dirancang sistematika penelitian. Sistematika penelitian kualitatif setidaknya tersusun atas beberapa komponen, yaitu: judul penelitian, latarbelakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, anggota peneliti, jadwal pelaksanaan, perkiraan biaya, daftar pustaka dan lain-lain yang dianggap perlu. Khusus untuk metode penelitian kualitatif, komponen yang ada didalam dalam penyusunan proposal penelitian yaitu; dasar penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, sumber data penelitian, keabsahan data dan metode analisis data. Untuk melakukan penelitian sosiologi, perlu diketahui ruang lingkup kajian sosiologi, sehingga dengan mengetahui ruang lingkup sosiologi, dapat dilakukan sebuah perumusan masalah yang akan diteliti.
Dengan demikian, sosiologi dapat dikatakan sebagai metode ketika sosiologi digunakan untuk melakukan penelitian tentang permasalahan sosial yang dipilih/terpilih.
C. Fungsi Sosiologi dalam mengkaji hubungan masyarakat dengan lingkungannya
Sosiologi dikatakan memiliki fungsi untuk mengkaji hubungan masyarakat dengan lingkungannya, ketika teori-teori sosiologi digunakan sebagai analisis dalam permasalahan penelitian yang dipilih. Soekanto (1997; 406-435) memaparkan berbagai masalah sosial penting yang dapat dikaji dengan ilmu sosiologi. Masalah sosial penting itu diantaranya; kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern. Peperangan, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, masalah kependudukan, masalah lingkungan dan birokrasi. Namun masalah sosial yang penting tentunya tidak hanya yang tertulis di atas, masih banyak lagi masalah sosial penting selain di atas. Hal ini dikarenakan sosiologi bersifat dinamis karena menitikberatkan akan realitas sosial. Jika realitas sosial itu selalu dinamis, maka kajian persoalan juga dinamis pula.
Sumber Tulisan
- Soekanto, Soerjono. 1997. Sosiologi Suatu Pengatar. Edisi ke-4. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.
- Ritzer, George., Goodman Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Kencana.