Catatan Akhir Tahun Tentang Program Kesiswaan SMA di Indonesia
Oleh: Suhadi Rembang
Tradisi struktural di SMA, bidang kesiswaan selalu didominasi dengan program kegiatan seni dan olahraga. Padahal, menurut Peraturan Mendiknas RI No. 3p tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, bidang kesiswaan seharusnya didominasi oleh program kegiatan peningkatan akademik. Beberapa titik rawan kegiatan juga ditemukan dalam materi pembinaan kesiswaan pada point empat ini. Kegiatan pembinaan kesiswaan SMA yang cenderung jalan di tempat ini, diduga kuat bahwa pihak sekolah sendirilah yang mengusung kemandulan ide dan kreatifitas pasca kelulusan.
Permendiknas No. 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan memuat bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi: (1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Budi pekerti luhur atau akhlak mulia; (3) Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negar; (4) Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat; (5) Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural; (6) Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; (7) Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi; (8) Sastra dan budaya; (9) Teknologi informasi dan komunikasi; dan (10) Komunikasi dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya, materi pembinaan kesiswaan pada point empat diterjemahkan dengan jenis kegiatan sebanyak sepuluh point, yaitu: (a) Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian; (b) Menyelenggarakan kegiatan ilmiah; (c) Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); (d) Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar; (e) Mendesain dan memproduksi media pembelajaran; (f) Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian; (g) Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah; (h) Membentuk klub sains, seni dan olahraga; (i) Menyelenggarakan festival dan lomba seni; dan (j) Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.
Namun kenyataannya, jenis kegiatan yang dapat memacu adrenalin prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat ini, praktis hanya kegiatan pada nomor (i) dan (j) saja. Beberapa jenis kegiatan yang harusnya menjadi nyawa dari materi pembinaan point empat ini, lebih rajin untuk ditinggalkan.
Ada beberapa indikator penyebab mengapa para pembina kesiswaan di SMA lebih suka membina seni dan olahraga, bukan kegiatan akademik. Pertama, pembina kesiswaan di SMA memiliki riwayat akademik yang buruk. Kedua, kegiatan-kegiatan akademik memerlukan tingkat berfikir tinggi namun nilai profit rendah. Ketiga, visi dan misi pimpinan lembaga pendidikan yang didominasi oleh nuansa politik kekuasaan, bukan karir akademik yang mapan.
Riwayat pembina kesiswaan di SMA yang memiliki derajat mutu akademik rendahan ini, acapkali dipegang oleh guru yang suka kegiatan di lapangan. Guru yang demikian memang jauh dari impian masyarakat akan konsep guru profesional (akademik: penelitian).
Kegiatan-kegiatan akademik yang sarat berpikir namun memiliki nilai profit rendah, kecenderungan tidak dijalankan. Para pembina kesiswaan lebih suka menjalankan program yang tidak banyak mikir. Kegiatan seremonial lomba seni dan olahraga klasikal menjadi program kerja kesiswaan nomor wahid. Cukup membuat surat penugasan kepada siswa untuk lomba di akhir semester dan berangkat lomba pada suatu event/kegiatan di luar. Kegitan seni dan olahraga inilah yang acapkali menjadi pusat perayaan kegiatan kesiswaan. Sekolah yang menang dalam lomba seni dan olahraga, dialah yang dianggap sebagai sekolah unggulan. Pihak sekolahpun berani merogoh dana sekolah berlebih, untuk menjadi pemenang.
Visi dan misi pimpinan lembaga pendidikan yang didominasi oleh nuansa politik kekuasaan, bukan karir akademik yang mapan, juga menjadi tudingan kuat dari lemahnya kegiatan akademik dalam pembinaan kesiswaan. Pimpinan lembaga pendidikan cenderung sebagai incaran para guru yang tidak memiliki prestasi akademik yang mapan. Proses seleksi kepala lembaga pendidikan yang penuh dengan politik kekuasaan, cenderung menjadi pintu awal yang selanjutnya mencetak visi dan misi lembaga pendidikan yang jauh dari prestasi akademik. Ironisnya, kebijakan yang dituangkan dalam lembar anggaran belanja sekolah, kegiatan akademik selalu ditempatkan pada nilai anggaran yang paling rendah.
Dalam rangka menjalankan Peraturan Mendiknas RI No. 3p tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, khususnya pada point empat tentang prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, perlu dilakukan beberapa langkah terobosan sebaggai berikut. Pertama, menempatkan pembina kesiswaan di SMA yang memiliki riwayat akademik yang baik. Kedua, kegiatan-kegiatan akademik harusnya dipandang memiliki nilai profit tinggi. Ketiga, proses seleksi pimpinan lembaga pendidikan harus menyertakan karir akademik yang mapan yang jauh dari kepentingan politik kekuasaan.
Dengan melakukan tiga langkah tersebut, program pembinaan kesiswaan tentang prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga tercapai dengan ideal.
Pamotan, 03 Desember 2011
Budaya membaca anak (Sumber: Ilustrasi) |
Tradisi struktural di SMA, bidang kesiswaan selalu didominasi dengan program kegiatan seni dan olahraga. Padahal, menurut Peraturan Mendiknas RI No. 3p tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, bidang kesiswaan seharusnya didominasi oleh program kegiatan peningkatan akademik. Beberapa titik rawan kegiatan juga ditemukan dalam materi pembinaan kesiswaan pada point empat ini. Kegiatan pembinaan kesiswaan SMA yang cenderung jalan di tempat ini, diduga kuat bahwa pihak sekolah sendirilah yang mengusung kemandulan ide dan kreatifitas pasca kelulusan.
Permendiknas No. 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan memuat bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi: (1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Budi pekerti luhur atau akhlak mulia; (3) Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negar; (4) Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat; (5) Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural; (6) Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; (7) Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi; (8) Sastra dan budaya; (9) Teknologi informasi dan komunikasi; dan (10) Komunikasi dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya, materi pembinaan kesiswaan pada point empat diterjemahkan dengan jenis kegiatan sebanyak sepuluh point, yaitu: (a) Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian; (b) Menyelenggarakan kegiatan ilmiah; (c) Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); (d) Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar; (e) Mendesain dan memproduksi media pembelajaran; (f) Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian; (g) Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah; (h) Membentuk klub sains, seni dan olahraga; (i) Menyelenggarakan festival dan lomba seni; dan (j) Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.
Namun kenyataannya, jenis kegiatan yang dapat memacu adrenalin prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat ini, praktis hanya kegiatan pada nomor (i) dan (j) saja. Beberapa jenis kegiatan yang harusnya menjadi nyawa dari materi pembinaan point empat ini, lebih rajin untuk ditinggalkan.
Ada beberapa indikator penyebab mengapa para pembina kesiswaan di SMA lebih suka membina seni dan olahraga, bukan kegiatan akademik. Pertama, pembina kesiswaan di SMA memiliki riwayat akademik yang buruk. Kedua, kegiatan-kegiatan akademik memerlukan tingkat berfikir tinggi namun nilai profit rendah. Ketiga, visi dan misi pimpinan lembaga pendidikan yang didominasi oleh nuansa politik kekuasaan, bukan karir akademik yang mapan.
Riwayat pembina kesiswaan di SMA yang memiliki derajat mutu akademik rendahan ini, acapkali dipegang oleh guru yang suka kegiatan di lapangan. Guru yang demikian memang jauh dari impian masyarakat akan konsep guru profesional (akademik: penelitian).
Kegiatan-kegiatan akademik yang sarat berpikir namun memiliki nilai profit rendah, kecenderungan tidak dijalankan. Para pembina kesiswaan lebih suka menjalankan program yang tidak banyak mikir. Kegiatan seremonial lomba seni dan olahraga klasikal menjadi program kerja kesiswaan nomor wahid. Cukup membuat surat penugasan kepada siswa untuk lomba di akhir semester dan berangkat lomba pada suatu event/kegiatan di luar. Kegitan seni dan olahraga inilah yang acapkali menjadi pusat perayaan kegiatan kesiswaan. Sekolah yang menang dalam lomba seni dan olahraga, dialah yang dianggap sebagai sekolah unggulan. Pihak sekolahpun berani merogoh dana sekolah berlebih, untuk menjadi pemenang.
Visi dan misi pimpinan lembaga pendidikan yang didominasi oleh nuansa politik kekuasaan, bukan karir akademik yang mapan, juga menjadi tudingan kuat dari lemahnya kegiatan akademik dalam pembinaan kesiswaan. Pimpinan lembaga pendidikan cenderung sebagai incaran para guru yang tidak memiliki prestasi akademik yang mapan. Proses seleksi kepala lembaga pendidikan yang penuh dengan politik kekuasaan, cenderung menjadi pintu awal yang selanjutnya mencetak visi dan misi lembaga pendidikan yang jauh dari prestasi akademik. Ironisnya, kebijakan yang dituangkan dalam lembar anggaran belanja sekolah, kegiatan akademik selalu ditempatkan pada nilai anggaran yang paling rendah.
Dalam rangka menjalankan Peraturan Mendiknas RI No. 3p tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, khususnya pada point empat tentang prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, perlu dilakukan beberapa langkah terobosan sebaggai berikut. Pertama, menempatkan pembina kesiswaan di SMA yang memiliki riwayat akademik yang baik. Kedua, kegiatan-kegiatan akademik harusnya dipandang memiliki nilai profit tinggi. Ketiga, proses seleksi pimpinan lembaga pendidikan harus menyertakan karir akademik yang mapan yang jauh dari kepentingan politik kekuasaan.
Dengan melakukan tiga langkah tersebut, program pembinaan kesiswaan tentang prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga tercapai dengan ideal.
Pamotan, 03 Desember 2011