Perubahan Sosial & Pembahasan Soal
Oleh: Suhadi Rembang
Oleh: Suhadi Rembang
MATA PELAJARAN : SOSIOLOGI
KELAS : XII
SEMESTER : GASAL (1)
PROGRAM : IPS
Memberi contoh berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat.
Kepada siswa kelas XII program IPS yang saya cintai dan saya banggakan. Dibawah ini merupakan contoh berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat, dari berbagai bidang. Dengan diberikan ulasan yang kompleks tentang berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat, semoga para siswa semakin peka terhadap realitas perubahan. Beberapa bidang yang disuguhkan diantara bidang ideologi, politik, ekonomi, pendidikan, gender, perumahan dan permukiman, lingkungan, kependudukan, kesehatan, komunikasi, hiburan, keluarga, dan bidang transportasi.
Perubahan memang tanda kemajuan, namun lihat dulu, mana dulu yang berubah, dan mana dulu yang maju. Dengan demikian, para siswa akan lebih peka dan kritis dalam memandang suatu perubahan yang terjadi di masyarakat. Berikut adalah ulasannya;
- bidang ideologi: kita sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Pengakuan akan Ketuhanan yang Mahaesa, selalu berharap setiap manusia Indonesia selalu bersikap adil dan berperilaku yang beradap, selalu dalam pangkuan ibu pertiwi dengan mengedepankan persatuan, berbagai ragam kehidupan selalu mengedepankan musyawarah, serta selalu mengedepankan keadilan tanpa pandang bulu. Namun apa yang kita lihat saat ini. Contoh saja realitas KKN, Terorisme, dan hilangnya pulau terluar Indonesia. Korupsi, kolusi, dan nepotisme telah memperdalam kubangan bangsa ini semakin tertinggal. Begitu halnya tindakan kekerasan terorisme yang ditampilkan dengan perusakan fasilitas umum dan banyak menelan korban. Kita prihatin jika pulau-pulau terluar bangsa ini diambil orang asing, dan dijual untuk orang asing. Lantas bagaimana sistem pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia, jawabnya ada pada diri kita semuanya, akan pandangan, sikap, tindakan, dan harapan ideologi bangsa negeri ini.
- bidang politik: berbagai status politik (jabatan, kekuasaan, dan peran) pada saat ini diraih dengan pemilu langsung dengan memilih kandidat langsung. Di tingkat nasional (presiden dan DPR pusat), di tingkat provinsi (gubernur dan DPRD provinsi), di tingkat kabupaten/ kota (Bupati, walikota, DPRD kabupaten/ kota). Status dan jabatan tersebut dapat diraih dengan cara pemilihan langsung, dimana pemilih langsung berinteraksi dengan calon/ kandidat. Hal ini berbeda dari sebelumnya, dimana status dan jabatan di atas di dapat melalui partai politik dengan sistem kursi terbanyak.
- bidang ekonomi/ kesejahteraan: semakin hari masyarakat kita gila akan materi. Dengan menguasai materi, dipercaya akan menguasai segalanya. Dengan menghalalkan segala cara, bahkan dengan KKN dipandang tidak masalah, asalkan kaya. Semakin hari masyarakat kita semakin buta akan perilaku memberi dan peka terhadap orang yang perlu diberi. Kesejahteraan hanya milik beberapa golongan belaka. Mereka bangga dengan mendapatkan sumbangan BLT dan kompor gas dari pemerintah, walau kemudian uang BLT habis dalam sekejab, dan kompos gas di jual lagi, karena harga isi ulang gas membumbung tinggi. Masyarakat kita sekarang lebih materialistik, bukan seperti cerita dahulu, dimana saat tetangga sedang memanen padi, mereka yang tidak punya sawah akan mendapatkan padi. Nilai memberi, kebersamaan, dan persaudaraan seakan hilang di telan angin yang tiada henti.
- bidang pendidikan: berbagai lapisan masayrakat berbondong-bondong mengenyam bangku sekolah. Dengan sekolah dipercaya dapat merubah kualitas hidup dari yang tidak baik menjadi baik. Anak usia dini sekarang wajib masuk PAUD, dilanjutkan SD/ sederajat, dilanjutkan SMP/ sederajat, dilanjutkan SMA/ sederat, dan banyak juga yang melanjutkan ke bangku perguruan tinggi. Bahkan bagi yang mampu, masih diwajibkan les pada pelajaran yang di Uji Nasionalkan. Hal ini berbeda dengan generasi sebelumnya, dimana pendidikan menjadi pilihan kedua setelah nikah.
- bidang gender: antara laki-laki dan perempuan saat ini memiliki peluang yang sama dalam hal karier. Pada era Kartini, perempuan cenderung lebih akrab dengan wilayah domestik (menjadi ibu rumah tangga). Namun sekarang kita mudah menemukan perempuan yang menempati status sosial yang dahulu selalu di isi oleh golongan laki-laki. Hal ini dapat dilihat perempuan yang banyak menjadi wakil rakyat, pengusaha, dan wartawan. Dahulu, pekerjaan tersebut langka sekali dikerjakan oleh kaum perempuan.
- bidang lingkungan: eksploitasi sumber daya alam saat ini lebih kentara, di kawasan Rembang misalnya. Jika kita melihat kawasan Pamotan, kita akan mudah melihat eksploitasi batu tras. Begitu halnya di kawasan Kragan, tepatnya di desa Terjan, kita mudah melihat eksploitasi gunung-gunung yang di ambil batunya untuk bahan campuran semen, bahan bangunan PLTU Sluke dan material perbaikan jalan raya. Masyarakat saat ini lebih senang menjual sumber daya alam untuk hidup sejahtera, bukan untuk diwariskan dalam bentuk tanah kepada anak cucunya. Siap-siap sajalah kita, akan kerusakan lingkungan yang setiap saat akan mengancam kelangsungan hidup dan nyawa kita.
- bidang perumahan/ pemukiman: pada saat ini masyarakat kita lebih senang membangun rumah tembok. Bukan hanya di perkotaan, di pedesaan juga seperti Pamotan. Pada jaman dahulu, anak yang telah dinikahkan akan dibuatkan rumah oleh orang tua dengan cara menanam kayu terlebih dahulu, jika dirasa kayu sudah siap tebang, baru mendirikan rumah. Namun pada saat ini, untuk membuat rumah dari kayu, secara hitungan ekonomi terhitung lebih mahal. Begitu halnya dengan pemukiman. Kantong pemukiman yang berkembang pesat adalah wilayah yang ramai, misalnya pemukiman nelayan dan pemukiman dekat dengan pusat pemerintahan. Hal ini berdampak mimicu hilangnya kawasan pesisir pantai yang terkena abrasi, dan sepanjang jalan yang rawan macet pada kawasan pusat pemerintahan. Begitu halnya harga tanah, semakin hari semakin melambung tinggi.
- bidang kependudukan: pandangan bahwa banyak anak banyak rejeki, mungkin saja segera tamat. Lihat saja mereka yang bertengger pada status sosial tinggi, PNS misalnya, golongan ini cenderung lebih suka punya anak paling banyak tiga anak. Begitu hal nya dalam hal bertempat tinggal pasca menikah, orang dahulu lebih suka bertempat tinggal pasca menikah dekat dengan orang tuanya (patrilokal/matrilokal), namun sekarang tidak demikian, dimana tempat yang memberikan kepastian kesejahteraan, lebih disukai. Hal ini dapat kita lihat banyaknya pasangan usia muda yang kontrak di daerah perkotaan.
- bidang komunikasi: handphone (hp) telah menjadi sarana komunikasi dominan pada masyarakat kita. Pada jaman dahulu, untuk berkomunikasi dengan kerabat jauh harus melakukan perjalanan panjang, namun sekarang dapat dilakukan dengan hitungan detik. Komunikasi dengan kerabat jauh setiap saat dapat dilakukan.
- bidang hiburan: anak-anak dan orang dewasa saat ini (tanpa terkecuali) telah memiliki dan menikmati hiburan televisi. Senetron seperti ”Inayah”, ”Cinta Fitri”, ”Termehek-mehek”, ”Jika Aku Menjadi...”, "Syafa dan Marwah", dan tayangan lainnya dengan mudah kita nikmati. Hal ini berbeda jauh pada jaman dahulu, anak-anak dan orang dewasa cenderung menciptakan jenis hiburan dan permainan tradisional. Masyarakat saat ini lebih konsumtif dalam segala hal, bukan produktif dalam berbagai hal.
- bidang keluarga: perjodohan pada jaman sekarang tidak lagi seperti jaman Siti Nurbaya. Mereka yang melangsungkan pernikahan tidak lagi dominan dari pilihan orang tua, mereka para gadis dan perjaka saling berinteraksi, mencari sendiri, dan menyesuaikan diri untuk menuju jenjang pernikahan. Begitu enaknya anak muda jaman sekarang. Namun tetap saja banyak yang meminta dana pernikahnnya dari keluarganya.
- bidang transportasi: alat transportasi saat ini seakan menjadi barang-barang kebutuhan rumah tangga. Setiap orang sebagian besar memiliki alat transportasi (seperti sepeda motor), seperti halnya memiliki piring, sendok, garpu dan barang pecah belah. Sarana transportasi seperti jalan ber-aspal juga tersedia sampai pelosok-pelosok pedesaan. Hal ini tidak kita temukan pada masa lampau, dimana alat dan sarana transportasi masih menjadi barang langka. Mengapa sebagian besar orang tua lebih menomorsatukan beli sepeda motor, bukan buku paket pelajaran. Itulah manusia, penuh dengan keunikan dan keistimewaan.
- bidang kesehatan: saat ini masyarakat kita lebih dekat dengan dokter, tidak lagi dukun. Lihat saja pasangan muda yang sedang hamil, mereka rajin sekali memeriksakan kehamilannya tiap bulan ke bidan atau dokter spesialis kehamilan. Hal yang nampak juga pada pemilihan obat saat sakit, pada jaman dahulu obat-obatan tradisional menjadi pilihan, namun sekarang, masyarakat kita lebih dekat dengan obat yang tersedia di apotek dan kelontong obat lainnya.
Mendeskripsikan bentuk-bentuk perubahan sosial.
Menurut Soekanto (1990) beberapa bentuk perubahan sosial adalah sebagai berikut;
- perubahan lambat dan perubahan cepat
- perubahan kecil dan perubahan besar
- perubahan yang dikehendaki/ direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki/ tidak direncanakan
- ***perubahan progresif dan perubahan regresif***
(lihat materi di LKS IDOLA dan buku Paket Sosiologi terbitan Esis).
Memberikan contoh pada faktor-faktor pendorong Perubahan Sosial.
Tidak ada satupun kelompok masyarakat yang tidak mengalami proses perubahan. Dengan proses perubahan dalam masyarakat, dinamika sosial tetap berjalan berdasarkan peran dan fungsinya untuk mencapai tatanan sosial yang ideal, tentunya. Menurut Marzali (2005) setiap bangsa memiliki strategi atau cara dalam mencapai tujuan bangsanya. Tidak ada strategi atau cara yang berlaku untuk umum. Setiap bangsa memiliki cara sendiri untuk mencapai tujuannya tersebut, sesuai dengan kultur mereka.
Menurut Soekanto (1990) beberapa faktor pendorong jalannya proses perubahan adalah sebagai berikut;
- kontak dengan kebudayaan lain
- sistem pendidikan formal yang maju
- sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
- toleransi
- sistem terbuka
- penduduk yang heterogen
- ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
- orientasi ke masa depan, dan
- nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Berdasarkan pandangan Soekanto di atas, tentang beberapa faktor pendorong jalannya proses perubahan, dibawah ini adalah contoh-contoh dari tiap-tiap faktor pendorong di atas;
No. | Faktor pendorong | Contoh-contohnya |
1 | kontak dengan kebudayaan lain | Temuan baru (invention) merupakan bentuk hasil kebudayaan. Hal ini dapat dilihat penggunaan alat-alat pertanian (mesin perontok padi) dan alat multimedia elektronik (komputer). Proses penggunaan hasil kebudayaan namanya difusi, yaitu penyebaran hasil karya ke berbagai daerah/ wilayah untuk menjawab kesulitan hidup (tani dan perkantoran). |
2 | sistem pendidikan formal yang maju | Menurut jenisnya, lembaga pendidikan digolongkan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal contohnya SD hingga perguruan tinggi. Pendidikan non formal misalnya pondok pesantren. Selanjutnya pendidikan informal misalnya; peran keluarga dalam sosialisasi, model pendampingan masyarakat yang dilakukan LSM. Dengan adanya pendidikan formal, maka kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap akan sepadan dengan komptensi pendidikan global. Pada umumnya, siapa saja yang belajar di lembaga formal, memiliki peluang kerja yang lebih dominan. |
3 | sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju | Akhir-akhir ini hasil karya seni (batik dan lagu) marak di perdebatkan. Di Indonesia, sebagian penghargaan akan karya seni ini hanya sebatas kegemaran (dinikmati saja) tanpa ada nilai tukar yang sepadan. Jika masyarakat memberikan apresiasi yang nyata, maka karya seni batik dan lagu akan membuka lapangan kerja yang luas. Namun yang terjadi adalah sebliknya. Walaupun demikian, saat ini masyarakat kita sedikit demi sedikit telah memberi pengahargaan dengan cara pengajuan hak cipta dan tidak rela karya-karya di atas diakui oleh bangsa asing (Malaysia). Terbukti "batik" telah menjadi barang peninggalam budaya dunia, dengan diperingati hari batik oleh PBB setiap pada tanggal 02 Oktober. |
4 | toleransi | Sikap saling menghormati antar sesama adalah bentuk dari nilai toleransi. Suatu bangsa yang dianggap besar dan maju, jika masyarakat memiliki perilaku toleran yang tinggi, asal tidak kebablasan. Hal ini dapat dilihat misalnya tampilnya golongan muda yang diberi kesempatan begitu luas dalam melaksanakan program pembagunan di desa, walaupun sesekali salah, jika golongan tua memberi kesempatan, maka golongan muda akan lebih produktif dalam mengabdi kepada bangsa dan negara ini. |
5 | penduduk yang heterogen | Telah menjadi keniscahyaan (tidak dapat di tolak) bangsa Indonesia terdiri dari dari berbagai kelompok etnis. Hal ini dapat dilihat terdapat etnis Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Dayak, Bugis, dan yang lainnya. Begitu hal dalam hal ras, Indonesia memiliki penduduk dengan ras Melanosoit dan Mongoloit. Selama ini keragaman itu tidak dipandang sebagai kekayaan yang nyata, malah sebagai sumber pembeda untuk saling merendahkan satu sama yang lain. Kenapa keragaman penduduk itu tidak digali akan nilai-nilai pembangun, yang mana akan menopang kuatnya pondasi pembangunan bangsa. |
6 | sistem terbuka | Bukti tercapainya keadilan sosial diantaranya dapat dilihat dengan ada tidaknya keterwakilan dari berbagai kelas dan golongan dalam melaksanakan program pembangunan. Di bidang politik dan pemerintahan, tiap-tiap daerah akan berpotensi besar dalam melaksanakan program pembangunan. Bukan sistem tertutup yang cenderung tidak ada unsur keterwakilan, yang kemudian mengundang unjuk rasa untuk merusak hasil pembangunan. |
7 | ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu | Salah satu sifat dan karakter masyarakat Indonesia adalah dengan mudah dan cepat merasa puas. Perlu di ketahui, semakin orang puas akan sesuatu, maka semakin tertutupnya kreatifitas untuk menghasilkan sesuatu. Di bidang politik, dengan berhasil melengserkan Soeharto, masyarakat kita sudah puas, tanpa bagaimana membangun dan meracik sistem reformasi pemerintahan yang memihak masyarakat sipil. Begitu juga dalam bidang usaha, jika toko seseorang sudah ramai pembeli, kemudian tidak memperhatikan/meningkatkan mutu barang dan pelayanan, yang pada akhirnya kalah bersaing dalam percaturan ekonomi global. Dalam bidang pertahanan dan keamanan, orang Indonesia telah puas mengusir penjajah, tanpa adanya penciptaan musuh yang lebih tinggi derajatnya, misalnya bagaimana kita memusuhi kebodohan dan kemiskinan. Sikap tidak puas akan keadaan memang perlu ditanamkan kepada generasi muda saat ini, namun bukan ketidakpuasan dalam melakukan hal yang negatif. |
8 | orientasi ke masa depan | Setelah merdeka bangsa kita mau apa? Setelah lulus sekolah, kita akan melakukan apa? Apa saja yang harus kita miliki pada saat kita merdeka? Apa saja yang harus kita miliki pada saat kita lulus sekolah? Pertanyaan tersebut merupakan contoh pandangan hidup menuju orientasi ke masa depan. Orientasi adalah tujuan dan capaian hidup yang positif yang tiada akhir. Suatu masyarakat yang memiliki orientasi ke masa depan, maka masyarakat itu tidak akan terlindas oleh zaman. |
9 | nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. | nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya, merupakan pandangan hidup pada masyarakat yang ingin maju. Sebalikya, masyarakat yang mudah menyerah, malas, dan tidak mau berusaha, adalah ciri-ciri suatu bangsa yang lebih suka akan keadaan serba kurang/ miskin. Hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, merupakan suatu prinsip hidup yang menekankan ikhtiar, bukan pasrah dan saling menyalahkan. |
Mengidentifikasikan faktor-faktor penghambat perubahan sosial.
Menurut Soekanto (1990) faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan adalah sebagai berikut;
- kurangnya hubungan dengan budaya/masyarakat lain
- perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
- sikap masyarakat yang sangat tradisional
- adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
- rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
- prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup
- hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
- adat atau kebiasaan
- nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
No. | Faktor penghambat perubahan | Identifikasi faktor penghambat perubahan |
1 | kurangnya hubungan dengan budaya (masyarakat) lain | kurangnya hubungan dengan budaya (masyarakat) lain dapat dilihat dengan contoh masyarakat terasing yang ada di berbagai sudut geografis Indonesia. Menurut PKMT (1993) masyarakat terasing merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, sosial dan budaya, tempatnya sulit di jangkau, terpencil, terpencar, dan kesenjangan kesejahteraan yang tampak. Menurut Marzali (2005) ciri-ciri masyarakat terasing diantaranya; hidup dengan adat yang kuat, statis, sulit menerima pembaharuan, berburu meramu dan berladang pindah sebagai pola matapencahariannya, pola tempat tinggal bervariasi, penganut animisme, tidak bersekolah, rawan gizi, rumah sederhana, penggunaan teknologi sederhana, dan terisolasi dari dunia luar (pusat pasar dan administrasi). |
2 | perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat | Ilmu pengetahuan merupakan panglima dalam kehidupan. Karena ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menjawab masalah hidup. Bagaimana jika suatu masyarakat itu mengalami ketertinggalan dalam hal ilmu pengetahuan? Jawabnya adalah masyarakat tersebut akan dijadikan objek orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Maukah kamu menjadi objek orang-orang tersebut? Jika tidak mau, kenapa kamu tidak mulai dari sekarang, belajar dengan sungguh dan selalu jujur akan kekurangan, serta berlari kencang untuk mencari jawaban dari kekurangan pada diri kamu. |
3 | sikap masyarakat yang sangat tradisional | Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang sulit menerima pembaharuan. Sebagian besar mereka percaya pada apa yang dimilikinya (sosial budaya). Contoh mudahnya, para siswa selalu menerapkan model belajar saat akan ujian. Padahal para siswa telah diberitahukan bahwa belajar yang baik adalah model belajar yang berkelanjutan. Mengapa para siswa sulit menerima pembaharuan dalam model belajar? |
4 | adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests | Kepentingan lebih dekat dengan arena kekuasaan (politik). Kepentingan yang tertanam kuat pada penguasa akan berdampak pada keterlambatan perubahan. Hal ini dapat dilihat para penguasa pemerintah yang mengedepankan kepentingan keluarganya dengan melakukan praktik-praktik KKN. Sampai kapanpun, kepentingan yang hendak diraih bukan untuk masyarakat dan negara, namun untuk kepentingan keluarganya saja. Dengan demikian, kelompok/ organisasi/ negara yang dipimpinnya sulit mengalami proses perubahan yang positif, alias tertinggal. |
5 | rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan | menolak globalisasi, menolak modernisasi, namun suka hidup konsumtif dan hedonistik (berlimpah tanpa guna) |
6 | prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup | Setiap ada orang asing dikira penjajah, merasa apa yang dilimiki adalah yang terbaik, yang dimiliki orang luar adalah tidak baik, maraknya hipokrit (tidak mengakui kesalahan dan cenderung menutupi kesalahan). |
7 | hambatan-hambatan yang bersifat ideologis | Masyarakat kita yang menerjemahkan nilai-nilai Pancasila tanpa dihubungkan dengan kondisi saat ini, lebih senang menggunakan penafsiran ideologi Pancasila pada awal zaman merdeka. Misalnya, untuk menjaga persatuan bangsa adalah dengan memiliki ketrampilan perang fisik, bukan strategi penguasaan ekonomi dan penguasaan ilmu pengetahuan di tingkat global. |
8 | adat atau kebiasaan | Orang tua yang menggunakan uangnya untuk selametan/kenduri/kondangan, dan tidak mengutamakan tagihan SPP anak-anaknya di bangku SMA, membelanjakan kekayaannya untuk resepsi pernikahan anak-anaknya dan tidak memberikan kekayaannya itu sebagai modal usaha pada pasangan baru yang belum mampu membangun ketahanan ekonomi keluarganya. |
9 | nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki | Kita sering mendengar kelakar/ alasan orang-orang usia lanjut yang tidak mengutamakan kesehatan, malahan melakukan aktifitas yang memperburuk kesehatannya, misalnya perilaku merokok. Selanjutnya, orang-orang muda saat ini lebih senang menggunakan uangnya untuk jajan, bukan untuk di tabung demi kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang. Menurut Koentjaraningrat (dalam Marzali, 2005) orang yang memiliki hakikat dan sifat hidup bahwa hidup adalah buruk adalah sebagai berikut; kerja adalah untuk hidup, kedudukan adalah masa lalu, selalu tunduk pada alam, dan selalu memandang kepada tokoh-tokoh atasannya. Selanjutnya, bagi orang yang memiliki pandangan hidup adalah baik adalah sebagai berikut; kerja adalah untuk mencari kedudukan, kedudukan adalah masa kini, selalu mencari keselarasan hidup dengan alam, serta mementingkan rasa ketergantungan pada sesama. Adapun manusia yang memiliki hakikat dan sifat hidup adalah buruk dan harus diperbaiki adalah sebagai berikut; kerja adalah untuk menambahkan mutu karya, kedudukan adalah masa depan, cenderung berorientasi menguasai alam, serta lebih mementingkan rasa tidak tergantung pada sesama. |
Memberikan contoh kasus dampak perubahan sosial.
Dalam sosiologi, saat memperbincangkan perubahan sosial, tidak pernah lepas akan lembaga sosial, struktuk sosial, diferensiasi sosial, dan stratifikasi sosial. Hal yang paling mendasar saat mengkaji perubahan sosial adalah kebudayaan. Tidak mungkin terjadi perubahan sosial jika kebudayaannya tidak berubah. Kebudayan yang dimaksud di sini adalah pondasi utama (pandangan) yang kemudian mempengaruhi perilaku (struktur bangunan) sosial. Pada kesempatan kali ini akan diberikan contoh kasus perubahan sosial di bidang politik, ekonomi, dan gender. Setelah itu, akan dipaparkan apa saja dampak yang dimunculkan dari perubahan dari tiap-tiap bidang tersebut.
Pertama, perubahan di bidang politik. Pada saat ini Indonesia dalam memilih Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, wakil rayat, dan Dewan Perwakilan Daerah, dengan cara langsung yaitu rakyat memilih calonnya. Hal ini tidak terjadi sebelumnya, dimana jabatan-jabatan tersebut di raih dengan model keterwakilan. Hal demikian dilatarbelakangi bahwa pemilik negara adalah rakyat, jadi model demokrasi dengan pemilihan langsunglah yang paling tepat. Dengan demikian terjadi perubahan pada Undang-undang pemilu. Dampak dari perubahan sistem demokrasi itu adalah adanya keseriusan dari calon pejabat di atas dalam berinteraksi dengan rakyat secara langsung, berlomba-lomba mencetak prestasi, mengambil kebijakan yang populis (mengena kebutuhan rakyat), dan setiap calon akan berdaya upaya untuk menguasai kemampuan untuk menjalankan pemerintahan dan atau pengawasan. Partai politik saat ini hanya sebagai organisasi perantara untuk menjual kadernya, bukan lagi menjadi penentu siapa yang mewakili partainya. Peran dan fungsi lembaga politik dari pusat hingga daerah terjadi perubahan akan peran dan fungsinya. Karena setiap meraka yang akan mencalonkan diri harus berdaya upaya untuk dekat, tahu, dan memberikan sesuatu pada daerah pemilihannya (dapil).
Kedua, dalam bidang ekonomi. Dalam perilaku transaksi ekonomi (jual beli) pada jaman dahulu harus dilakukan secara langsung. Orang Cina yang akan menjual pernak pernik ke Indonesia, penjualnya harus datang langsung ke Indonesia melalui jaur laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Begitu halnya orang Indonesia yang akan menjual rempah-rempah ke Eropa, harus berbulan-bulan di atas kapal. Namun di era globalisasi saat ini tidak demikian. Transaksi barang-barang apa saja dapat dilakukan dalam hitungan jam, menit, bahkan detik. Bagi produsen yang menyediakan barang siap jual, cukup dengan mengiklankan di media massa. Proses tawar menawarnya juga digantikan dengan media maya (internet). Dalam proses pembayarannya juga dilakukan di Bank-bank yang telah dipercaya. Mereka yang menjual barang pula tidak perlu mengirim barang dengan sendiri, begitu juga pembeli tidak perlu datang ke pabrik-pabrik utama. Saat ini terdapat lembaga jasa yang tugasnya sebagai perantara, mulai dari distribusi hingga pengiriman barang ke alamat rumah pembeli. Perubahan transaksi ekonomi ini telah menciptakan lembaga yang banyak, yang berfungsi sebagai lapangan kerja. Suatu perubahan yang manarik untuk dicermati dan dinikmati.
Ketiga adalah contoh perubahan sosial di bidang gender dan dampaknya. Saat Indonesia masih di jajah Belanda dan para negara kolonial lainnya, perempuan Indonesia hanya memiliki ruang masak , macak (berias diri), dan manak (mengandung, melahirkan dan mengasuh anak). Pekerjaan seperti pejabat pemerintahan dan pengusaha benar-benar dilakukan oleh kaum laki-laki. Namun pada saat ini, antara laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama. Kita tidak hanya dapat melihat perempuan yang menjadi pejabat pemerintahan dan pengusaha, tetapi seorang sopir, pilot, dan jendral, juga banyak dari golongan kaum hawa. Hal demikian terjadi karena adanya pandangan bahwa saat ini antara laki-laki dan perempuan memiliki ruang gerak yang sama, atau yang sering disebut dengan istilah kesetaraan gender. Dengan demikian peran dan fungsi pada anggota masyarakat tidak hanya didasarkan pada jenis kelamin, namun lebih didasarkan pada tingkat pendidikan dan kepiawaian dalam berinteraksi.
Mengidentifikasi tantangan globalisasi terhadap eksistensi jati diri bangsa
Mengapa globalisasi seakan menjadi sumber permasalahan besar yang diduga akan meruntuhkan eksistensi jati diri bangsa? Mengapa banyak orang yang khawatir bahwa globalisasi akan membawa kultur asing yang negatif? Apakah benar, bahwa yang salah itu globalisasi? Apa sebaliknya, bahwa terdapat lahan yang subur di Indonesia untuk tumbuhnya kultur yang negatif? Beberapa pertanyaan di atas sebagai pembuka untuk mengidentifikasi tantangan globalisasi dan hubungannya dengan jati diri bangsa.
Menurut Fedyani (2009) pada awalnya, sifat-sifat dan kepribadian dasar masyarakat (karakter bangsa) telah ramai diteliti oleh negara-negara Eropa. Saat itu tepatnya pada masa kolonial serta sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Menjelang perang dunia kedua, kajian-kajian tersebut dikembangkan untuk mengetahui sifat-sifat dan kepribadian dasar masyarakat musuh atau yang potensial sebagai musuh. Dengan penelitian tersebut akan diketahui kekuatan dan kelemahan lawan sehingga dapat dibangun strategi-strategi untuk memenangkan peperangan.
Globalisasi dapat dikatakan sebagai pola/ tatatanan yang dibutuhkan masyarakat dunia saat ini, khususnya dalam hal ekonomi, yang serba cepat dan irit. Sebelum adanya alat komunikasi canggih, pada abat 18, kita mengirim rempah-rempah ke Eropa membutuhkan waktu berbulan-bulan. Sekarang tidak lagi, transaksi perdagangan hanya cukup dalam hitungan hari, jam, menit, bahkan hitungan detik. Jelaslah kemudian, bahwa globalisasi adalah solusi perilaku perdagangan di dunia saat ini. Namun bersamaan dengan mudahnya kita melakukan transaksi ekonomi, kenapa terdapat gejala-gejala yang menghawatirkan, diantaranya; pola perilaku konsumerisme, nepotisme, sadistik, agresif, hipokrit, materialistik, individualistik, dan hedonistik.
Menurut Marzali (2005) terdapat hubungan antara globalisasi ekonomi dan perilaku yang mengancam jati diri bangsa. Pertama, pendekatan pembangunan nasional yang berbasis materiil. Kedua, masyarakat kita telah terjangkiti pemikiran liberal kapitalisme amreka, yaitu menekankan pada maksimalisasi pemilikan materiil dan optimalisasi kepuasan badaniah. Ketiga, pengaruh dari iklan yang menawarkan barang-barang. Keempat, perilaku masyarakat dalam posisi transisi. Adapun menurut Boeke (1946, dalam Marzali, 2005) orang Indonesia pada umumnya memberikan tempat yang lebih tinggi pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan keagamaan, daripada kebutuhan ekonomis.
Lantas, sekarang apa jati diri atau identitas yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tidak mudah mendiskusikan apa saja jati diri atau identitas bangsa Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang kompleks akan batasan sosial budaya, termasuk batasan demografisnya. Melacak jatidiri bangsa atau identitas bangsa, sama saja kita harus membongkar identitas-identitas sosial yang tersebar pada masyarakat Indonesia. Bayangkan saja, kita harus meneliti berbagai golongan etnis, golongan agama, golongan ekonomi, golongan daerah tempat tinggal, dan lain-lain. Hingga sekarang identitas bangsa ini masih dalam proses pencarian. Hal ini dikarenakan pendekatan pembangunan Nasional selama ini cenderung difokuskan pada pembangunan fisik dan ekonomi, serta mengabaikan pembangunan manusia (identitas atau jati diri) Indonesia.
Namun terdapat sumber yang dapat dijadikan rujukan, sehubungan dengan jati diri bangsa. Menurut Lubis (dalam Marzali, 2005) orang-orang belanda (VOC) telah mengenal sifat negatif dan sikap positif orang Indonesia. Ciri-ciri negatif psikokultural orang Indonesia adalah sebagai berikut; amat khianat, tidak mau memegang teguh perjanjian, amat suka membunuh, mau berperang saja, tidak jujur, seperti binatang (beestachtig) maha kejam, kurang sanggup melakukan kerja otak yang tinggi (hooge geestarbeid), dan sedang-sedang saja (middelmatig) dalam beragama, gairah kerja, kejujuran, rasa kasihan, dan rasa terima kasihnya. Sebaliknya, manusia Indonesia itu juga diakui memiliki sifat-sifat positif, yaitu; hormat, tenang, dapat dipercaya, baik, loyal, ramah pada tamu, lembut, tidak suka memikirkan yang susah-susah, tidak punya pendirian, dan tak punya kemauan, tak bisa mengambil keputusan.
Menurut Lubis (2005) sendiri, orang Indonesia memiliki enam ciri-ciri pokok, plus beberapa ciri-ciri umum lainnya, yaitu; manusia Indonesia adalah hipokritik atau munafik, manusia Indonesia adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya – putusannya – kelakuannya – pikirannya – dan sebagainya, manusia Indonesia di dalamnya bersemanyam jiwa feodalisme, manusia Indonesia percaya kepada tahayul, manusia Indonesia adalah artistik, dan manusia indonesia itu wataknya lemah.
Lanjut Lubis, manusia Indonesia juga memiliki ciri-ciri negatif dan ciri-ciri positif. Ciri-ciri negatif manusia Indonesia, yaitu; tidak hemat, tidak suka bekerja keras kecuali kalau terpaksa, jadi pegawai negeri adalah idaman utama apalagi di tempat yang basah, suka menggerutu di belakang dan tidak berani terbuka, cemburu dan dengki pada orang lain yang lebih kaya, dan sikap tidak peduli dengan nasib orang lain. Adapun ciri-ciri positif orang Indonesia antara lain; kemesraan hubungan antarmanusia, kasih ibu dan bapak pada anak-anaknya, berhati lembut dan suka berdamai, punya rasa humor yang cukup baik, otaknya encer dan cepat bisa belajar, serta sabar.
Koentjaraningrat (1974) juga memaparkan sikap mental bangsa Indonesia, terdapat lima mentalitas/ karakter atau sifat, yang dipandang menghambat pembangunan, yakni: (1) mentalitas yang meremehkan mutu; (2) mentalitas yang suka menerabas; (3) sifat tidak percaya kepada diri sendiri; (4) sifat tidak berdisiplin murni; dan (5) sifat tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan sifat-sifat dan mentalitas manusia Indionesia di atas, dan berdasarkan uraian globalisasi di atas pula, dapat ditarik benang merah bahwa pemikiran, sikap, dan perilaku negatif yang dikira ekses dari globalisasi, tidak lah semuanya benar. Manusia Indonesia telah memiliki dan mewarisi ruang yang dapat digunakan untuk tumbuhnya perilaku konsumtif, individuais, dan hedonis. Walaupun demikian, kita harus lebih peka dan kritis akan globalisasi.
Mengemukakan gagasan atau pemikiran untuk mengatasi memudarnya jati diri bangsa
Melalui proses globalisasi, pengaruh-pengaruh budaya dan sosial dari luar sering dipahami secara keliru. Diterima dengan kekaguman terhadap unsur-unsur fisik yang tampak ”gemerlapan” namun ”miskin” dalam makna. Kita juga harus mengakui, terdapat hal negatif dari hasil pembangunan nasional bangsa kita, yaitu suatu kondisi yang cenderung menyuburkan materialisme, praktik-praktik korupsi, serta berbagai perilaku tak terpuji lainnya. Mengapa demikian, karena jati diri bangsa kita telah pudar sedikit demi sedikit.
Menurut Meutia (2009) karakter bangsa yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia, yang tersirat dalam ahlak atau sifat yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, adalah: (1) sifat menghargai mutu/ kualitas; (2) kesabaran untuk meniti usaha dari awal; (3) adanya rasa percaya diri karena yakin dirinya berkualitas; (4) sikap disiplin dalam waktu dan pekerjaan; (5) sikap mengutamakan tanggung jawab. Meutia menambahkan, nilai-nilai pancasila perlu melandasai akhlak bangsa indonesia, sehingga bangsa indonesia terlihat sebagai bangsa yang: (1) beribadah (apapun agama dan kepercayaan yang dianut); (2) berperikemanusiaan; (3) mampu menjaga persatuan (tidak mengotak-kotakkan diri) dan mencintai tanah air; (4) mengutamakan musyawarah mufakat; dan (5) menguatakan keadilan terhadap sesama anak bangsa.
Deskripsikan studi kasus suatu proses perubahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar
Dibawah ini merupakan contoh kasus proses perubahan sosial yang ada di sekitar kita. Masih banyak contoh yang lainnya, semoga dengan contoh di bawah ini, kita mendapatkan inspirasi dari berbagai contoh lainnya.
“Perubahan Sosial pada Masyarakat Sekaran Gunungpati Semarang (Fitriyah, 2006)”
Terbatasnya lokasi kampus IKIP Semarang di Kelud Raya menyebabkan proses pindahnya kampus IKIP Semarang ke kawasan Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kodia Semarang. Hal ini mengakibatkan ekonomi masyarakat Sekaran mengalami perubahan yang pesat. Padahal dulunya kawasan Sekaran terisolasi dari interaksi ekonomi Kodia Semarang.
Kehidupan ekonomi masyarakat Sekaran sebelum dibangunnya kampus Unnes diwarnai oleh kehidupan bertani secara umum. Mata pencaharian masyarakat adalah petani yang menanam padi, palawija dan buah-buahan. Pengolahan tanah dilakukan dengan irigasi sederhana. Tenaga kerja dari anggota keluarga serta tetangga dengan sistem barter tenaga kerja. Hasil pertanian yang berupa padi disimpan di lumbung desa, sedangkan yang berupa palawija dan buah-buahan, sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Penjualan buah-buahan dilakukan di pasar tradisional di kota Semarang dengan tradisional pula.
Setelah kampus Unnes membangun dan menempati lokasi kampus baru di Sekaran, mata pencaharian masyarakat setempat mengalami perubahan sebab sebagian masyarakat kehilangan lahan bercocok tanam, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan modal dari uang ganti rugi tanah tersebut. Lapangan kerja yang diciptakan antara lain: jasa kos-kosan, warung makan, toko, mini market, fotokopi, dan lain-lain. Namun, tidak semua masyarakat mengalami peningkatan kehidupan ekonomi, sebab potensi yang dimiliki masyarakat berbeda. Pendatang pun memanfaatkan adanya kampus Unnes di Sekaran dengan menciptakan usaha di Sekaran.
Keberadaan kampus di Kelurahan Sekaran memberikan manfaat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, di antaranya pendapatan, perubahan cara hidup dan peningkatan pendidikan.
Deskripsikan studi kasus suatu proses perubahan sosial yang terjadi di pada masyarakat terasing
”Perubahan Sosial pada Masyarakat Mentawai”, dapat dijadikan contoh terjadinya proses perubahan sosial. Materi ini telah saya sampaikan dengan memutar film dokumenter "perubahasan sosial masyarakat mentawai" di laboratorium bahasa.