Meneliti Abrasi, Mengukir Prestasi

Meneliti Abrasi, Mengukir Prestasi


SMAN 1 Pamotan, Rembang, akhir-akhir ini secara serius berupaya mengembangkan budaya penelitian bagi siswanya. Hasilnya, tim Penelitian Ilmiah Remaja (PIR) sekolah itu berhasil menjadi juara I lomba tingkat Kebupaten Rembang, beberapa waktu yang lalu.

Penelitian tersebut berdasarkan pada sudut pandang antropologi ekologi dengan fokus utama cara pandang dan perilaku masyarakat pesisir dalam menghadapi abrasi dengan mengambil daerah penelitian kantong pemukiman sepanjang pantai Sarang. Dua siswa yang terlibat adalah Uma Fadzilia Arifin dan Abdul Basith.

Dari hasil penelitian diperoleh beberapa temuan terkait kebiasaan-kebiasaan dan cara masyarakat sepanjang pantai di Sarang dalam menghadapi abrasi yang seringkali menghancurkan pemukiman mereka.

”Bagi sebagian penduduk, abrasi yang disebabkan oleh ombak musim barat, musim timur, ombak besar, dan arus deras pada bulan Mei-Juli merupakan hal yang biasa.

Namun demikian mereka tetap bertahan untuk memperbaiki rumah di tempat semula karena prinsip mereka adalah di mana dia bekerja, di situ dia akan tinggal,” terang Suhadi, guru Sosiologi SMAN 1 Pamotan yang selalu mendampingi proses penelitian dua siswanya itu.

Bahkan dari hasil analisis yang mereka lakukan bersama, lanjutnya, abrasi bagi penduduk Desa Karangmangu, salah satu desa di Kecamatan Sarang, dianggap sebagai hal yang lazim dan tidak merupakan suatu bencana.

Namun bagi penduduk desa lain seperti Bajingmeduro, abrasi merupakan hal biasa namun menjadi momok yang selalu merugikan penduduk dari sisi harta benda.
Berbaur Dengan memakai pendekatan penelitian antropologi, cara-cara untuk menggali informasi pun dilakukan lebih intensif terhadap penduduk yang wilayahnya dijadikan sebagai sasaran penelitian, yaitu Desa Karangmangu, Sarangmeduro, Bajingmeduro, Sendangmulyo, Temperak, dan Kalipalang.

”Untuk menggali data dan menyelami kehidupan masyarakat di sana, kami menginap selama dua hari di salah satu rumah penduduk,” imbuh Suhadi.

Dari pengamatan dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan, abrasi selama ini diatasi dengan cara-cara manual dengan membuat tanggul-tanggul dari batu-batu yang ditahan dengan tancapan bambu atau membuat tanggul dengan karung yang diisi pasir. 

”Tentu saja selain tanggul penahan dan pemecah ombak dibuat oleh Pemerintah,” papar guru alumnus Unnes ini.

Dari penelitian yang dilakukannya bersama siswanya ini diharapkan bisa diambil manfaat oleh pihak-pihak yang berkepentingan terkait pemetaan tata ruang kependudukan di kawasan kantong pemukiman pesisir.

”Tidak dapat dipungkiri, salah satu penyebab abrasi adalah tidak adanya bibir pantai dengan tanaman bakau yang cukup karena tergantikan oleh pemukiman,” imbuh Suhadi. (Dwi Ari W-45)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/08/27/78169/Meneliti.Abrasi..Mengukir.Prestasi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama