Sumber: https://ekazai.files.wordpress.com/2013/03/2.jpg |
“Apapun harinya, bagi sekolah, yang terpenting adalah menjadikan momentum untuk melayani pembelajaran para siswa. Entah itu hari pendidikan, hari kebangkitan nasional, hari kemerdekaan, hingga pentas tradisi sosial lainnya, semua itu dapat dijadikan pintu masuk dalam mencerdaskan generasi muda penerus bangsa Indonesia.”
Sekolah-sekolah di Indonesia, sungguh memiliki landasan
tradisi yang beragam. Lahir menjadi negara persatuan dan kesatuan, corak
multikultural adalah sebuah keniscahyaan. Namun terkadang pendekatan
pembelajaran kita cenderung melesat jauh dari basis kultur yang menawan.
Sungguh menjadi ironi, bahwa pembelajaran-pembelajaran di sekolah cenderung
meninggalkan gerakan kebudayaan. Kasak-kusuk pembelajaran di sekolah hanya
sebatas pelengkap administratif semata. Tanpa disadari, kegiatan pembelajaran
kita, semakin mengejar sesuatu yang fana tanpa menyinggung pembelajaran
sosio-kultur yang penuh makna.
Kita punya tradisi besar menjadi masyarakat kepulauan.
Kita pun punya tradisi besar menjadi negara agraris. Tapi kita sampai saat ini
masih malu menggunakan tradisi agung tersebut untuk kita jadikan pintu masuk
dalam proses pembelajaran. Kegiatan-kegiatan di sekolah seakan dalam posisi
kutub yang berseberangan. Kegiatan pembelajaran di sekolah seakan membangun
mercusuarnya sendiri, tanpa adanya tanggung jawab pembelajaran kita bersama.
Pentas tradisi seakan menjadi tanggung masyarakat semata. Sekolah juga seakan
apatis dengan pentas tradisi. Hal ini dapat dilihat tidak ada satupun rasa
kewajiban dalam program pengabdian sosial untuk mendukung kegiatan tradisi.
Padahal jika pihak sekolah jujur mengakui, keberadaan sekolah tidak lepas dari
masyarakat pengikut tradisi nusantara yang besar ini.
Untuk itu, perlu kiranya ada ulasan tentang bagaimana
rekayasa pembelajaran berbasis sosio-kultur kita. Namun sebelum membahas hal
tersebut, perlu kiranya kita mengidentifikasi berbagai hal kekayaan
sosio-kultur kita, diantaranya kekayaan akan alat musik tradisi, kekayaan
pakain adat nusantara, keragaman tarian adat nusantara, kekayaan rumah adat
daerah kita, hingga ragam hasil bumi dan
laut yang dimiliki oleh bangsa kita, bangsa Indonesia. Kekayaan sosio-kultur
ini menjadi penting untuk kita miliki bersama, karena dengan hasil kebudayaan
kita tersebut, kita semakin bangga dengan diri kira, bangga menjadi bangsa
Indonesia, sebuah bangsa besar yang hingga saat ini masih berdiri kokoh dalam
ikrar kita, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
A. Kekayaan Nusantara
1.
Kekayaan Alat Musik Nusantara
Masihkan ruang kelas kita isi dengan ragam alat musik
tradisional bangsa Indonesia? Sebagian besar jawabnya tidak. Kita harus jujur
bahwa ruang kelas kita cenderung kita fungsikan sebagai ruang expo hasil
teknologi import. Alat musik mulai dari
gambus, sasando, panting, angklung, suling, siter, kenong, rebab, gong, bende,
kecapi, gendang, bonang, serunai, tuma, kolintang, kecapi, cengceng, lado-lado,
rifai, doli, tifa, hingga marwad, hanya menjadi koleksi domain youtube semata.
Ruang kelas kita semakin keras dengan seabrek isi kabel-kabel dan sinyal wifi.
Namun sayangnya, akses komunikasi tanpa batas ini semakin jauh dari kekayaan
alat musik tradisional. Ruang kelas kita semakin sepi dari denting musik tradisi. Padahal alat musik tradisi
yang kita miliki inilah, menjadi bukti nyata akan keagungan peradaban seni
bangsa Indonesia. Sehingga wajar jika ruang kelas kita semakin padat dengan
informasi yang hoak tanpa ada pihak yang bertanggung jawab terhadap itu semua.
2.
Kekayaan Tarian Adat Nusantara
Selanjutnya adalah kekayaan kita akan tarian adat
nusantara. Saat ini, ruang kelas kita sangat sepi dengan pentas tari tradisi.
Ekspresi tradisi yang penuh dengan arti ini semakin jauh dari mata para siswa
di negeri ini. mungkin hanya pada saat moment acara pelepasan siswa saja,
pentas tarian itu digelar ,itupun hanya sebatas pentas tari etnosentris belaka.
Adapun pentas tari tradisi lainnya, tetap terlelap dalam tumpukan buku di rak
perpustakaan. Regam tari tradisi yang kita cukuplah banyak. Mulai dari tari
seudati, tor-tor, payung, bekhusik, tandak, melemang, sekapur sirih, bidadaei,
campak, melinting, yapong, merak, topeng, bambangan cakil, srimpi, remo,
legong, lenggo, gareng lemeng, monong, gong, tambun dan bungai, jepen, baksa
kembang, maengket, polo-polo, kipas, lumense, balumpa, lampa, lenso, soya-soya,
eta’e wosi, hingga tari selamat datang, kita punya. Kita tidak pantas
memposisikan tarian tradisi tersebut adalah lepas dari pembelajaran di ruang
sekolah kita. Pentas tarian di atas adalah milik bangsa Indonesia, adapun
pemilik asal adalah masyarakat Indonesia yang wajib kita hargai dengan
mementaskannya, bukan mencibir apalagi menghalau lepas dari proses pembelajaran
di sekolah kita. Bukankan dengan tarian-tarian tersebut, karakter dan identitas
kemajmukan bangsa Indonesia menjadi ada? Untuk itu sudah saatnya ruang kelas
kita menjadi ruang pentas kekayaan tarian bangsa.
3.
Kekayaan Rumah Adat Kita
Ragam kekayaan yang sungguh berharga adalah rumah adat
nusantara. Sungguh unik jika dalam ruang kelas kita, dipayungi oleh ragam rumah
adat nusantara. Sungguh istimewa jika bangunan utama sekolah kita adalah
petanda dari karakter rumah adat dari masing-masing dimana sekolah tersebut
berdiri. Namun pada kenyataannya sungguh berbalik. Bangunan kelas kita semakin
jauh dan perlahan menjauh dari model bangunan rumah adat nusantara. Entah
mengapa hal ini terjadi. Apakah hal ini dipengaruhi oleh pejabat sekolah atau
hingga para pemangku kebijakan pendidikan nasional Indonesia. Tidak satupun
standar operasional prosedur dalam membangun ruang kelas kita, melibatkan
arsitektur rumah adat nusantara. Seakan semua seiya sekata, yang penting
bangunan tersebut menyerupai ruangan kelas eropa, dipandang sudah menjadi
sekolah yang ramah dari segalanya. Yang penting sesuai dengan rancangan
anggaran pembangunan, maka berdirilah ruang sekolah kita.
Sungguh sangat indah jika sebuah sekolah menjadi
laboratorium rumah adat nusantara. Secara struktur, melalui pemerintah dan
macam produk hukum yang ada, bangsa Indonesia sangat mudah memiliki sekolah
berbangun rumah adat nusantara. Semua bentuk rumah adat nusantara dapat kita
pilih dan pilah sesuai ketersediaan bahan baku yang ada. Mulai dari rumah adat
aceh, balai batak toba, rumah rakit, rumah rakit, rumah gadang,rumah selaso
jatuh kembar, rumah panggung, nuwo sesat, rumah limas, bubungan limas, joglo,
kasepuhan, rumah pewaris, rumah bentang, rumah panjang, rumah lamin, banjar,
mamasa loko, bolaan mongondow, rumah sauraja, laikas, tongkonan, rumah natah,
loka samawa, mosa logitana, rumah baileo, hingga rumah honai, dapat kita adopsi
untuk model ruang kelas sekolah kita. Urusan bagaimana model arsitekturnya, ini
menjadi menjadi daya tarik tersendiri. Dengan model ruang kelas berbasis rumah
adat, setidaknya sekolah kita telah menjadi ruang diskusi kebangsaan, karena
sekolah telah melepaskan diri dari ego kesukubangsaan. Dengan model sekolah
yang demikian, inilah yang sebenarnya menjadi sekolah rujukan standar nasional.
Bukan sebaliknya, bangunan sekolah kita cenderung milik bangsa luar, hanya
semata-mata mengejar sekolah rujukan hingga berstandar internasional.
4.
Kekayaan Pakaian Adat Kita
Selanjutnya adalah ragam pakaian adat yang dimiliki
masyarakat nusantara kita. Pakaian adat merupakan busana identitas yang
biasanya dikenakan saat berinteraksi satu sama yang lain. Selama ini pakaian
adat lebih kental kental saat acara pernikahan berlangsung. Selepas dari
moment-moment tersebut, pakaian adat nusantara jarang dikenakan. Mengingat
pakaian adat adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia, dimana pakaian adat
telah berposisi dan berperan penting dalam membangun karakter bangsa Indonesia,
maka pakaian adat nusantara sangat strategis digunakan untuk busana seragam
sekolah kita. Bukan berarti merendahkan seragam sekolah saat ini yang memiliki
semangat kesetaraan, namun perlu diingat bahwa merawat Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat melalui pengenalan pakaian adat nusantara sejak dini. Hanya
saja kita cenderung sudah nyaman dengan dalih kesetaraan terhadap pengenaan
seragam sekolah saat ini. Terlebih bahan busana seragam sekolah saat ini telah
berelasi dengan lembaga bisnis konfeksi, dan telah menjadi komoditas bisnis
pihak-pihak sekolah di negeri nusantara saat ini.
Kita punya apa? Kita punya busana adat yang anggun
seperti busana adat sulawesi tenggara, sulawesi tengah, dan busana adat DKI
Jakarta. Kita punya busana yang artistik seperti busana adat sumatera selatan, jambi, lampung, bali, dan
busana adat kalimantan,. Kita punya busana adat yang heroik seperti busana adat
papua barat, papua, kalimantan utara, kalimantan tengah, kalimantan timur, dan
busana adat kalimantan barat. Kita punya busana yang simbolik seperti busana
adat jawa tengah, DI Yogyakarta, dan busana adat jawa barat. Dan kita juga
punya busana yang adaptif seperti busana adat madura, riau, kepulauan riau, dan
masih banyak karakteristik busana adat yang dimiliki nusantara ini. Ragam
busana adat ini sungguh kaya untuk refensensi busana sekolah anak-anak kita.
Jika kita berani membuka diri dengan kekayaan busana adat
kita, kita tidak akan kehilangan kekayaan busana adat kita. Kita tidak lagi
dihegemoni dengan pemodal konfeksi dan tren fashion yang kerap kali kapitalis
dan meminggirkan kekayaan lokalitas bangsa kita ini. Tren fashion para siswa kita sungguh telah
dikendalikan oleh tren fashion yang jauh dari filosofi busana nusantara.
Sehingga dengan memberanikan diri menggunakan busana adat nusantara kita, maka
sama halnya kita telah menghormati dan manghargai, dan yang lebih penting telah
mengenalkan nilai-nilai sosial budaya yang agung yang bersemayang dalam busana
adat nusantara.
B. Rekayasa Ruang Kelas Kita
1.
Rekayasa Alat Musik Nusantara
Dalam Ruang Kelas Kita
Menjadikan ruang kelas menjadi pentas alat musik
tradisional bangsa Indonesia. Sudah saatnya pembelajaran kita hadirkan dengan
memulai petikan alat musik tradisi. Begitu indah ruang kelas kita, jika itu
semua terjadi. Ruang kelas kita benar-benar menjadi milik kita, bukan ruang
kelas yang dikendalikan oleh perkakasan tekonologi import yang cenderung
menguras devisa kita. Selain itu, alat musik tradisi dapat menjadi media
pembelajaran pada mata pelajaran yang relvan. Misal, dalam pembelajaran fisika,
kita dapat menggunakan media sasando untuk memahami bunyi-bunyian. Tentu bukan
semata-mata bunyi-bunyain yang meninabubukkan para siswa. Namun bunyi-bunyian
yang membangunkan daya pikir kritis kita untuk tetap merajut bunyi kesatuan dan
persatuan.
2.
Rekayasan Tarian Adat Nusantara
Dalam Ruang Kelas Kita
Lantas bagaimana menggunakan materi tarian adat menjadi
bagian dari kurikulum ruang kelas sekolah kita? Kita sadari atau tidak, kita
dilahirkan menjadi bangsa yang penuh dengan talenta seni. Namun dalam pembelajaran
di kelas, kita selalu malu-malu mengakui hal tersebut dengan bukti bahwa pentas
tarian tradisi nusantara sangat langka menghiasi dinamika pembelajaran di ruang
kelas sekolah kita. Kita sungguh tidak
mengakui walaupun banyak jurusan ilmu sosial menjadi pilihan para siswa kita,
namun ragam keilmuan yang kita berikan, belum memberi warna dan karakter
masyarakat Indonesia. Untuk itu, ruang kelas kita harus kita ambil alih. Ini
kelas milik kita. Ini para siswa adalah generasi penerus kita. Jadi sudah saatnya,
ragam tarian tradisi yang penuh makna ini menjadi karakter kita dalam bersikap dan bertindak.
Sudah saatnya ragam tarian tradisi menjadi media dalam menghantarkan materi
pembelajaran di kelas. Sudah saatnya pembelajaran kita memberi ruang dalam
membedah apa yang termaktup dalam tarian tradisi milik kita. Secara fungsional,
tarian tradisi dapat kita pentaskan di ruang kelas kita menjadi wujud ekspresi
senang, keprihatinan, kedewasaan, kesetiakawanan sosial, hingga ketaataan
menjadi bangsa yang religius sekaligus berjiwa seni yang mapan. Secara teknis,
tarian tradisi dapat kita pentaskan pada mata pelajaran seni, olahraga, moment
pertemuan wali murid, moment pelepasan siswa, peringatan nasional, moment
penjaringan siswa baru, hingga partisipasi pentas seni pada kegiatan sosial
budaya pada masyarakat di sekitar sekolah itu berada. Dengan demikian, tarian
tradisi tidak hanya kita miliki di atas kertas saja. Melalui tindakan tersebut,
tarian tradisi menjadi milik kita. Kita miliki karena kita kuasai.
3.
Rekayasa Rumah Adat Dalam Ruang
Kelas Kita
Secara umum bahan dasar rumah adat nusantara adalah
berbahan kayu, batu, tanah bakar, dan dedaunan kering. Selebihnya adalah
berbahan pasir dan sedikit pasak besi untuk penguat saja. Dengan iklim tropis
dan kaya akan tumbuhan dan batuan, sebenarnya bahan baku bangunan kelas
bercitarasa rumah adat nusantara, adalah sesuatu yang sangat mudah diwujudkan.
Kita punya hutan luas yang kayunya dapat kita gunakan untuk bahan utama
bangunan kelas kita. Tinggal keberanian dan pilihan kita saja, alasan yang
untuk memupuskan rencana besar ini, sifatnya hanya mengada-ada. Modal sosial
kita dalam mewujudkan bangunan kelas bernuansa rumah adat pun luar biasa
besarnya. Setiap sekolah benar-benar akan menjadi milik masyarakat, karena para
tukang rumah adat dapat dilibatkan sedemikian rupa. Terlebih, corak rumah adat
nusantara adalah ramah bencana. Tentu lebih sedikit resiko rusak karena
fenomena gempa. Untuk itulah, model rumah adat nusantara dapat kita gunakan
secara formal untuk bangunan ruang kelas kita.
Dengan aristektur rumah adat pada ruang kelas kita, semua
suku bangsa yang sekolah, seakan-akan dirumahnya sendiri. Para siswa tidak lagi
berkendala shock-kultur yang ditandai sulit beradaptasi dalam pembelajaran
mereka. Selain itu, sekolah kita dapat menjadi ruang-ruang kelas yang penuh
dengan nasionalisme, kesetiakawanan nasioanal, hingga mimpi-mimpi indah dalam
memuliakan semua manusia yang ada di sekolah. Sekolah kita menjadi rumah kita,
yaitu rumah bangsa Indonesia.
4.
Rekayasa Busana Adat Dalam Ruang
Kelas Kita
Lantas bagaimana memanfaatkan busana adat nusantara yang
luhur ini dalam dinamika ruang kelas sekolah kita? Secara teknis, penggunaan
busana adat disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Tanpa
menghapus seragam sekolah yang ada, busana adat dapat digunakan menjadi seragam
sekolah secara situasional. Contoh pada hari tertentu, siswa diharapkan
menggunakan pakaian adat secara beragam. Tanpa ada paksaan, para siswa
dibebaskan memililh busana adat mana yang disukainya. Dengan demikian, maka
akan terwujud keragaman busana adat yang dikenakan para siswa, tentu termasuk
pada gurunya.
Busana adat juga dapat digunakan secara moment-moment
tertentu dalam rangka merawat keberagaman Indonesia, misal saat peringatan hari
sumpah pemuda, peringatan hasi kebangkitan nasional, peringatan hari
kemerdekaan nasional, dan lain-lain. Jika ini semua telah terpola, maka
keragaman atas dasar sosial budaya tidak lagi rentan menjadi jurang pembeda.
C. Tantangan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Kita
Apapun namanya dari kekayaan sosial budaya Indonesia,
pada dasarnya semua yang kita punya, adalah alat perajut generasi muda untuk
merawat keberadaan negara kesatuan republik indonesia. Kita punya tarian adat
nusantara, harusnya kita gunakan untuk merawat negara kesatuan republik
indonesia. Kita punya alat musik nusantara, harusnya kita gunakan untuk merawat
negara kesatuan republik indonesia. Kita punya pakian adat nisantaranya,
harusnya kita gunakan untuk merawat negara kesatuan republik indonesia. Dan
begitupun rumah adat nusantaranya, kita harus gunakan untuk merawat negara
kesatuan republik indonesia.
Untuk itu, berghubungan dengan keberadaan menteri
pendidikan dan kebudayaan Indonesia, sang menteri harus selalu memberi ruang
dialok kebangsaan di setiap sekolah di Indonesia. Mulai dari tarian, rumah
adat, alat musik, hingga pakaian adat, merupakan prasarat yang harus dihadirkan
setiap rencana pendidikan oelh menteri pendidikan dan kebudayaan kita.
Janganlah mengaku menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia, jika
tidak mampu melakukan rekayasa ruang kelas sekolah kita dengan pendekatan
sosial budaya khas Indonesia.