PENGUATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN TANAMAN PANGAN UNGGULAN

PENGUATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN TANAMAN PANGAN UNGGULAN

PENGUATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN TANAMAN PANGAN UNGGULAN KABUPATEN SEMARANG DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
Oleh: Suhadi Rembang


ABSTRAK


Pertanian sampai sekarang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sebagai asset dalam membangun peradaban. Dengan pertanian, visi dan misi membangun masyarakat yang adil dan makmur harusnya terwujud. Namun hamparan tanah yang subur, bibit-bibit unggul yang tersedia, air yang melimpah, pupuk yang telah disediakan oleh alam, pengetahuan lokal yang ramah lingkungan, dan beberapa kekayaan yang tersimpan didalamnya, belum digunakan dengan baik. Seiring dengan kurangnya kapasitas akses pengetahuan petani dalam memuliakan pertaniannya, dan tidak mampunyai kelembagaan pendukung dalam memberi jalan keluar untuk mengatasi perihal hambatan dan kendala dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, diharapkan peran penyuluh pertanian mampu hadir untuk membangun sistem kelembagaan pertanian yang masih lemah itu. Secara umum kajian ini bertujuan untuk mengkaji kehandalan kapasitas penyuluh pertanian komoditas pangan di Kabupaten Semarang dalam upaya peningkatan ketahanan pangan daerah. Tujuan penelitian secara lebih rinci yaitu untuk mengetahui profil pertanian Kabupaten Semarang dan mengetahui performa kinerja penyuluh pertanian lapangan dalam peningkatan produksi pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Semarang.


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memproduksi diversitas cara pandang dan kebijakan yang diambil dalam merumuskan, mengukur, menilai, dan melihat di masa datang akan bagaimana penguatan kinerja penyuluh pertanian, akan lebih baik dari sebelumnya. Lokasi penelitian terpilih adalah tiga kecamatan dari enam belas kecamatan yang ada di kabupaten Semarang, yaitu kecamatan Banyubiru, kecamatan Sumowono, dan kecamatan Bringin. Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber dokumentasi, wawancara, dan pengamatan. Adapun ukuran kinerja penyuluh pertanian yang digunakan bersumber P4BPSDM DEPTAN (2008) dan Subarna, T, dkk, 2006 dengan modifikasi seperlunya.
Kecamatan Banyubiru merupakan kawasan sentra komoditi padi yang ditanam dalam dua kali musim, dan sedikit komoditi jagung serta sayuran. Pada kecamatan Sumowono merupakan sentra sayuran yang ditanam dalam dua kali musim, dan sedikit komoditi padi serta tanaman jagung. Sedangkan pada kecamatan Bringin merupakan kawasan sentra komoditi tanaman jagung yang ditanam dua kali musim, dan sedikit komoditi padi serta sayuran. Dengan tiga komoditi unggulan di atas, wilayah Kabupaten Semarang memiliki peran dan kontribusi penting dalam mendukung ketahanan pangan daerah.


Kabupaten Semarang memiliki jumlah pegawai penyuluh lapangan (PPL) sebanyak 200 orang yang tersebar pada tiap-tiap kecamatan. Dengan 9-10 desa yang ada pada tiap-tiap kecamatan, masing-masing desa tersebut ditugasi sebanyak 5 orang sebagai PPL. Dari sejumlah petugas penyuluh lapangan di atas, diberi tugas untuk melakukan pendampingan secara penuh kepada kelompok tani yang ada di Kabupaten Semarang. Sampai saat ini terdapat empat kelompok tani yaitu kelompok tanaman hias, kelompok buah-buahan, kelompok sayur-sayuran, dan kelompok padi dan palawija. Secara struktural, petugas PPL yang mendampingi di tiap-tiap desa, kedudukannya langsung di bawah kadin. Kadin sendiri membawahi tiga kepala bidang, yaitu kepala bidang kehutanan, kepala bidang pengembangan, kepala bidang teknologi pangan, dan kepala bidang perkebunan. Namun garis koordinasi antara PPL dengan Kadin dijembati oleh koodinator kelompok fungsi kecamatan yang kemudian di bawahnya terdapat PPL. Berdasarkan penelitian, dari sepuluh instrumen kinerja penyuluh pertanian di adalah sebagai berikut; penyuluh telah mampu mendeskripsi proses penyuluhan dengan tahapan yang sistematis. Penyuluh telah mampu membaca potensi dan kendala penyuluhan. penyuluh lemah dalam proses penyediaan dan penyebar-luasan informasi tentang teknologi budidaya dan pasca panen komoditas sesuai kebutuhan petani, penyuluh masih lemah dalam proses menyediakan dan menyebarkan informasi mengenai saprotan, pembiayaan dan pasar bagi petani, dalam mendukung komoditas lokal, penyuluh masih lemah dalam kegiatan penyuluh dalam menumbuh-suburkan kemitraan usaha antara petani dan pengusaha. Penyuluh masih lemah dalam perlakuan penyuluh dalam meningkatkan akses petani ke lembaga pembiayaan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran. Penyuluh masih lemah dalam menumbuh-kembangkan kewirausahaan pada petani dan pelaku usaha agribisnis, penyuluh telah berperan aktif dalam menumbuhkan kelembagaan di tingkat petani dan pelaku usaha, penyuluh telah memfasilitasi kegiatan pertemuan antara kelompok tani oleh penyuluh, dan penyuluh menekankan pada peneydiaan saprotan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.


Kata Kunci: Komoditas Unggulan Tanaman Pangan, Kinerja PPL, Kecamatan Sumowono-Bringin-Banyubiru 



PENDAHULUAN


Kekurangan pangan dan gizi, kini tengah mengancam kesehatan, kecerdasan, bahkan kelangsungan hidup sekitar 854 juta penduduk dunia yang tersebar di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) sebanyak 820 juta; di negara-negara maju 9 juta; dan 25 juta di negara-negara transisi (laporan Food and Agriculture Organisation, 2007). Kekurangan pangan dapat dilihat pada ketersediaan stok pangan dunia dalam dasawarsa terakhir. Ketersediaan stok pangan mengalami penurunan. Kalau persediaan pangan tahun 1999 dapat memenuhi 116 hari kebutuhan dunia, namun dalam tahun 2006 terhitung hanya cukup untuk 57 hari. Jenis kebutuhan pokok beras misalnya, situasinya lebih mengkhawatirkan, di mana kebutuhan beras secara global pada 2025, diperkirakan mencapai 800 juta ton, tetapi kemampuan produksinya, kurang dari 600 juta ton per tahun. Lebih besarnya kebutuhan dibanding kemampuan produksi pangan dunia, diperkirakan menjadikan harga-harga ragam bahan pangan makin sulit dijangkau masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang, patut mencermati keadaan pangan dalam tingkat global, terlebih masalah ketahanan pangan nasional yang kini diambang posisi rawan.
Menurut Syahyuti, et al. (2003) sektor pertanian sesungguhnya dapat menjadi salah satu strategi untuk recovery sekaligus memberikan landasaan bagi perkembangan sektor riil dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia semenjak tahun 1997, yang dibuktikan dengan daya hidupnya yang tinggi, ketika sektor-sektor lain ambruk. Lanjut Syahyuti, namun ciri khas usaha pada sektor pertanian adalah melibatkan begitu banyak orang dengan pemilikan sumber daya dan keterampilan yang rendah, serta social network yang kurang mendukung, khususnya untuk memasuki ekonomi modern saat ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan network tersebut adalah melalui strategi pendekatan kelembagaan, yang selama ini tampaknya belum mendapat penanganan yang memadai. Dari paparan Syahyuti di atas, dapat ditegaskan bahwa salah satu hal yang menghambat rendahnya produktivitas hasil pertanian dan kendala rendahnya pendapatan petani adalah lemahnya kelembagaan pertanian.
Keberadaan ragam kelembagaan pertanian dalam memompa denyut nadi kebangkitan pertanian nasional, tidak lepas dengan kehadiran ragam kelembagaan pertanian. Kelembagaan yang konsen di bidang saprodi, agribisnis, pemasaran, permodalan, irigasi, informasi dan komunikasi, transportasi, teknologi pertanian, lembaga studi pertanian, lembaga pemetaan wilayah, dan beberapa lembaga yang kehadirannya fungsional dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, sudah saatnya dihadirkan. Namun sampai saat ini beberapa penelitian para ahli kelembagaan pertanian sebagian besar menyimpulkan masih lemahnya peranan lembaga pertanian nasional.
Seiring dengan rendahnya kapasitas pengetahuan petani dalam memuliakan pertaniannya (Mudjijo, 1999), dan tidak mampunyai kelembagaan pendukung dalam memberi jalan keluar untuk mengatasi perihal hambatan dan kendala dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, diharapkan peran penyuluh pertanian mampu hadir untuk membangun sistem kelembagaan pertanian yang masih lemah itu. Penyuluhan pertanian sering dipandang sebagai agen yang mampu melakukan proses transfer pengetahuan untuk memperdayakan masyarakat. Dengan melakukan pemberdayaan dan pendampingan dalam mencari, menciptakan, menggunakan akses kelembagaan terkait produksi, diskribusi dan konsumsi produk pertanian, produktivitas dan pendapatan petani akan meningkat.  Namun kenyataannya, berdasarkan temuan para peneliti di lapangan, penyuluh pertanian cenderung gagal dalam menjalankan fungsi yang diharapkan secara ideal.
Berdasarkan kajian pendahuluan di atas, maka perlu dilakukan penelitian kelembagaan secara mendalam tentang kapasitas kelembagaan penyuluh pertanian dalam meningkatkan kinerja usaha tani.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang perlu dikaji adalah bagaimana proses pembangunan pertanian dikaitkan dengan keberadaan penyuluh pertanian di lapangan yang akan dijabarkan dalam dua pertanyaan, yaitu; (1) Bagaimana profil pertanian, dan (2) Bagaimana kinerja penyuluh pertanian lapangan dalam peningkatan produksi pertanian tanaman pangan unggulan. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji kehandalan kapasitas penyuluh pertanian komoditas pangan dalam upaya peningkatan ketahanan pangan daerah. Tujuan penelitian secara lebih rinci yaitu untuk mengetahui profil pertanian dan mengetahui performa kinerja penyuluh pertanian lapangan dalam peningkatan produksi pertanian tanaman pangan unggulan.


KAJIAN PUSTAKA


Ketahanan Pangan
Sedikitnya ada empat element ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga yang diusulkan oleh Maxwell (1996), yakni: pertama, kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Kedua, akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian (transfer). Ketiga ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko dan jaminan pengaman sosial. Keempat: fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis, transisi dan/atau siklus. Pendefinisian formal dalam tabel di bawah ini merukan cuplikan pengertian yang saling melengkapi akan definisi ketahanan pangan.


Penyuluh Pertanian
Revitalisasi pertanian telah merubah konteks dan konten pembangunan pertanian. Berubahnya konteks dan konten pembangunan pertanian, mengharuskan pula berubahnya pula paradigma penyuluhan pertanian, yang dilakukan sekarang ini. Menurut Syufri (2006;51), dulu, sasaran penyuluhan pertanian hanya petani. Namun sekarang sasaran penyuluhan pertanian terdiri dari: pengusaha tani, pengusaha hulu, pengusaha hilir, pedagang hulu, pedagang hilir, dan penyedia jasa penunjang pertanian.
Perubahan konteks dan konten pembangunan pertanian mengakibatkan terjadinya perubahan tujuan penyuluhan pertanian. Dulu tujuan penyuluhan pertanian merubah perilaku petani agar dapat bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better business), hidup lebih sejahtera (better living) dan bermasyarakat lebih baik (better community).
Dalam paradigma baru, tujuan penyuluhan pertanian adalah menghasilkan manusia pembelajar, penemu ilmu dan teknologi, pengusaha agribisnis yang unggul, dan pemimpin di dalam masyarakatnya, serta guru dari petani lain, yang bersifat mandiri dan interdependensi. Sifat mandiri pelaku agribisnis meliputi kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pembinaan. Kemandirian material artinya petani memiliki kapasitas untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya alam yang mereka miliki tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau tergantung dari luar.


Rumusan Kinerja Penyuluh Pertanian
Dalam mengukur kinerja penyuuh pertanian lapangan, menurut kode etik menuju revitalisasi penyuluh pertanian terdapat 19 point. Adapun sembilan belas point tersebut adalah sebagai berikut; Apakah PPL melakukan penyebarluasan informasi pembangunan pertanian di wilayah kerjanya dengan cara menyampaikan visi, misi, tujuan, strategi, dan prinsip dari pembangunan pertanian. Apakah PPL besama-sama dengan petani/kelompok membangun kelembagaan petani yang kuat. Apakah PPL mendorong peran serta dan keterlibatan petani/kelompoktani dalam membangun pertanian diwilayahnya. Apakah PPL membangkitkan dan menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan petani. Apakah PPL memfasilitasi petani/kelompoktani dalam penyusunan rencana kegiatan usahatani di wilayah kerjanya. Apakah PPL memfasilitasi petani/kelompok tani dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang usaha dan permodalan. Apakah PPL memfasilitasi petani/kelompoktani untuk memformulasikan rencana usahatani dalam bentuk proposal. Apakah PPL memberikan bikbingan dan memedahkan masalah perabi/kelompoktani dalam pengambilan keputusan guna menjalin kemitraan usaha di bidang pertanian. Apakah PPL menginventarisai data. Apakah PPL mengidentivikasi masalah-masalah. Apakah PPL membantu menyusun rencana. Apakah PPL  membantu penyusunan program. Apakah PPL membangkitkan semangat dan mengembangkan. Apakah PPL mengihtiarkan kemudahan-kemudahan. Apakah PPL mencatat berbagai permasalahan. Apakah PPL meningkatkan pengetahuan. Apakah PPL mempersiapkan rancangan. Apakah PPL membimbing penerapan. Apakah PPL menyusun laporan. Apakah mengkoordinir dan merumuskan laporan. Dan Apakah PPL menghubungkan, mengkonsultasikan dan melaporkan.


METODE PENELITIAN


Lokasi penelitian terpilih adalah tiga kecamatan dari enam belas kecamatan yang ada di kabupaten Semarang yaitu kecamatan Sumowono, Banyubiru dan kecamatan Bringin. Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber dokumentasi, wawancara, dan pengamatan. Kegiatan wawancara difouskan dalam mengetahui perilaku kinerja penyuluh, perilaku pertanian, beserta mengetahui apa yang ada di balik data dokumentasi tersebut. Setiap penyuluh dikenakan wawacara berdasarkan desa binaannya dan spesialisasi bidang penyuluhan. Adapun instrumen wawancara untuk penyuluh meliputi sepuluh hal. Pertama, deskripsi proses penyuluhan dengan tahapan yang sistematis. Kedua, Deskripsi potensi dan kendala penyuluhan . Ketiga, proses penyediaan dan penyebar-luasan informasi tentang teknologi budidaya dan pasca panen komoditas sesuai kebutuhan petani. Keempat, proses menyediakan dan menyebarkan informasi mengenai saprotan, pembiayaan dan pasar bagi petani, dalam mndukung komoditas lokal. Kelima, kegiatan penyuluh dalam menumbuh-suburkan kemitraan usaha antara petani dan pengusaha. Keenam, perlakuan penyuluh dalam meningkatkan akses petani ke lembaga pembiayaan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran. Ketujuh, kegiatan penyuluh dalam menumbuh-kembangkan kewirausahaan pada petani dan pelaku usaha agribisnis. Kedelapan, peran aktif dalam menumbuhkan kelembagaan di tingkat petani dan pelaku usaha. Kesembilan, proses fasilitasi kegiatan pertemuan antara kelompok tani oleh penyuluh. Dan kesepuluh, pemikiran penyuluh tentang bagaimana [metode] meningkatkan kinerja penyuluhan dalam mendukung ketahanan pangan nasional (diadaptasikan dari P4BPSDM DEPTAN (2008)  dan Subarna, T, dkk, 2006 dengan modifikasi seperlunya) 
Penelitian kinerja penyuluh dengan pendekatan kualitatif ini menggunakan beberapa alat bantu penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data secara induktif. Alasan penggunaan analisis data induktif, merujuk pendapat Moleong (2004;5).
Untuk kemudahan penelitian di lapangan, dilakukan desain prosedur penelitian. Adapun desain prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pralapangan, tahap pekerjaan dan tahap analisis data.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pertanian Kabupaten Semarang (Sumowono, Bingin, Banyubiru)


Kecamatan Sumowono
Kawasan Sumowono merupakan daerah pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan Program Nasional Departemen Pertanian dengan Pemerintah Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II Kabupaten Semarang. Terhitung sejak tahun 2003, delapan desa dari enam belas desa di kecamatan Sumowono, ditetapkan sebagai desa kawasan agropolitan. Delapan desa kawasan agropolitan itu adalah desa Duren, Pledoan, Trayu, Kemitir, Lanjan, Candingaron, Ngadirejo, dan desa Kebonagung. Kecamatan Sumowono terletak di barat daya dari wilayah kabupaten Semarang. Berdasarkan batas wilayah, kawasan agropolitan ini dibatasi kabupaten Kendal sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Ambarawa dan kecamatan Jambu, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Temanggung, dan sebelah barat berbatasan dengan karisidenan Kedu.
Wilayah Sumowono yang telah dicanangkan sebagai kawasan agropolitan sejak tahun 2003 ini, tanah sawah nya tidak menggunakan sistem irigasi teknis. Sistem irigasi yang yang digunakan yaitu; sistem irigasi setengah teknis dengan luas lahan 200,445 ha, sistem irigasi sederhana dengan luas lahan 401,390 ha, dan sistem irigasi hujan dengan luas lahan sawah 735,125 ha.
Kecamatan Sumowono secara administratif terbagi dalam enam belas desa. Dari enam belas desa tersebut adalah desa Kebonagung, Candingaron, Ngadirejo, Lanjan, Jubelan, Sumowono, Trayu, Kemitir, Duren, Pledokan, Mendongan, Bumen, Losari, Kemawi, Piyanggang, dan desa Keseneng. Jumlah desa di kecamatan kawasan agropolitan ini jumlahnya sama dengan jumlah desa di kawasan Bringin. Walaupun terdapat kesamaan dalam jumlah desa secara administratif, namun karakteristik lahan dan iklim pada dua wilayah ini berbeda. Bandingkan dengan karakteristik lahan dan iklim wilayah Bringin (lihat profil pertanian wilayah Bringin), pH tanah pada wilayah Sumowono adalah netral yaitu dengan batas ambang 40-59%. Walaupun pH tanahnya netral, namun tingkat kemiringan lahan lebih dominan yaitu dengan tingkat kemiringan rata-rata kurang dari 8%.
Tidak banyak lembaga pertanian yang terdapat di wilayah Sumowono. Berdasarkan data Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sumowono tahun 2008, terhitung hanya enam jenis lembaga pertanian, dari dua puluh lembaga pertanian yang harusnya tersedia untuk ukuran ideal. Dengan enam jenis lembaga terdapat 42 lembaga pertanian yang tersebar di 13 desa se-kecamatan Sumowono. Enam jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut; pertama, kios saprodi yang ada di beberapa desa diantaranya desa Kebonagung sejumlah 3 unit, desa Candingaron sejulah empat unit, desa Ngadirejo sejumlah 1 unit, desa Lanjan sejumlah 3 unit, desa Sumowono sejumlah 4 unit, desa Losari sejumlah 2 unit, dan masing-masing sejumlah 1 unit terdapat di desa Pledokan, Kemitir, Mendongan, Bumen, Kemawi, dan Piyangan. Adapun desa yang tidak tersedia toko saprodi diantaranya desa Jubelan, desa Trayu, desa Duren, desa Piyanggang. Selanjutnya lembaga pertanian lainnya adalah lembaga KUD, unit BRI, BPP/ BLPP, pasar agroekosistem dan UPP Perkebunan yang berada di desa Sumowono.  Selebihnya adalah lembaga bengkel di desa Caningaron, Lanjan, Duren, Losari, Kemawi, masing-masing satu unit. Sedangkan bengkel yang berdiri di Sumowono sejumlah 5 unit, desa Kebonagung dan desa Bumen sejumlah 2 unit. Adapun empat belas lembaga pertanian yang tidak/ belum tersedia di wilayah Sumowono adalah; kelompok capir, BBI (Balai Benih Induk), UPT (Unit Pembibitan Ternak), Pos Kewan, Unit Pembinaan Modernisasi Bertahap, Unit Pembangunan Budidaya Air Payau, Unit Pembangunan Budidaya Air Tawar, TPI (Tempat Pelelangan Ikan), RPH (Rumah Pemotongan Hewan), Perusahaan Pertanian (BUMN), Perusahaan Pertanian, Perguruan Tinggi (N) dan Perguruan Tinggi Swasta.
Sumowono merupakan kawasan agropolitan penghasil komoditi sayuran, padi, jagung, dan tanaman pangan serta ragam komoditi holtikultura. Menurut Program Penyluhan pertanian, terdapat lima rumusan  permasalahan di bidang tanaman pangan dan holtikultura. Pertama, produktivitas tanaman padi masih di bawah potensi. Produksi padi yang dihasilkan saat ini hanya mencapai 42% yang telah mengimplementasikan pupuk berimbang. Kemudian dalam hal pengenaan benih berlabel mencapai 21%. Serta belum adanya penanganan komoditi pasca panen. Kedua, produktivitas jagung belum mencapai produksi optimal. Pola tanam petani masih terpatri pada pemupukan yang tidak seimbang, tercatat baru 40% mereka yang melakukan pemupukan berimbang. Hal senada juga terjadi pada komoditi jagung, dimana 21% dari petani penanam jagung yang menggunakan benih berlabel. Ketiga, masih rendanya produktifitas ubi jalar. Petani penanam ubi jalar belum menggunakan anjuran varietas yang unggul, termasuk pola pemupukan yang tidak berimbang. Keempat, produktivitas sayuran masih dalam tingkatan rendah ditambah belebihannya mengunakan pupuk, obat pembasmi hama, belum menggunakan varietas anjuran, serta pola pengendalihan  hama terpadu masih sulit dijalankan. Kelima, belum optimalnya produktivitas tanaman buah-buhan.


Kecamatan Bringin
Luas wilayah kecamatan Bringin secara administratif yaitu 6.189,307 ha. Wilayah Bringin berdasarkan jenis tanahnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu tanah sawah dan tanah kering. Tanah sawah kategori sistem pengairannya dapat dibagi menjadi empat, yaitu sistem pengairan teknis dengan luas 479,780 ha, sawah dengan pengairan setengah teknis seluas 503,540 ha, luas sawah dengan pengairan sederhana 283,000 ha dan luas tanah dengan sistem pengairan tadah hujan yaitu 681,719 ha.
Wilayah kecamatan Bringin tercatat memiliki kelompok tani. Karakteristik kelompok tani didominasi kelompok tani komoditai tanaman pangan. Dengan demikian, keberadaan kelembagaan tani dipengaruhi topografi dan jenis lahan wilayah setempat. Walaupun kelompok tani didominasi kelompok tanaman pangan, tercatat kelompok tani perkebunan sejumlah 11 kelompok, peternakan terdapat 10 kelompok, perikanan terdapat 2 kelompok, wanita tani terdapat 3 kelompok, dan pemuda tani terdapat 3 kelompok. Selanjutnya jumlah kelompok tani pada bidang tanaman pangan adalah sebagai berikut; kelompok tani P sejumlah 41 kelompok, kelompok tani M sejumlah 27 kelompok, kelompok tani L sejumlah 10 kelompok, dan kelompok U sejumlah 11 kelompok.
Tercatat lembaga pertanian yang ada di enam belas desa, hanya terdapat delapan lembaga pertanian, dari 20 lembaga pertanian yang harus dihadirkan. Adapun delapan lembaga pertanian itu adalah sebagai berikut; KUD berada di desa Bringin, Kios saprodi berada di desa Wiru, Gogodalem, Truko, dan Banding, BPP/ BLPP terdapat di desa Banding, UPP perkebunan terdapat di desa Bringin, Pos keswan terdapat di desa Gogodalem, pasar terdapat di desa Bringin, desa Gogodalem, desa Truko, dan desa Banding, dan yang terakhir adalah lembaga Bengkel yang terdapat di desa Bringin dan Gogodalem. Adapun jumlah total lembaga pertanian yang ada di wilayah Bringin sejumlah enam belas lembaga.




Kecamatan Banyubiru
Wilayah kecamatan Banyubiru secara administratif terbagi dalam sepuluh pemerintahan desa. Sepuluh desa tersebut adalah desa Wirogomo, desa Kemambang, desa Sepakung, desa Kebumen, desa Gedong, desa Romoboni, desa Tegaron, desa Kebondowo, desa Banyubiru, dan desa Ngrapah. Pada bagian ini akan dipaparkan keadaan umum pertanian wilayah banyubiru, meliputi keadaan Ph tanah, kemiringan lahan (% ha), ketinggian tempat (dpl), kedalaman gambut/ solum tanah (Mt/ Ha), dranase tanah, luas lahan menurut ekosistem, luas lahan menurut penggunaannya (Ha), jenis komoditi utama menurut sub sektor, pola usaha tani dala satu tahun, populasi tanaman buah-buahan, data curah hujan, dan data sarana-prasarana pertanian.
Wilayah sentra padi ini telah didukung dengan teknologi pertanian yang cukup memadai. Tercatat beberapa jenis alat pertanian telah digunakan oleh petani. Beberapa alat pertanian tersebut adalah sebagai berikut; hand tractor roda 2 sejumlah 38 buah, hand sprayer sejumlah 429 buah, pomp air dengan diameter 2 sejumalh 2 buah dan diameter 4 sejumlah 4 buah. Adapun thraser/perontok sejumlh 15 buah (pedal thraser) dan 12 buah (power thraser). Untuk mendukung rekayasa pasca panen padi, telah tersedia rice mulling unit (RMU) sejumlah 40 buah.
Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa permasalahn pertanian di wilayah Banyubiru. Selanjutnya akan dipaparkan satu per satu dari bidang permasalah pertanian, meliputi permasalahan bidang pertanian; (1)  tanaman pangan, sayuran, dan holtikultura, (2) permasalahan pertanian bidang tanaman pangan, (3) permasalahan pertanian bidang sosial, dan (4) permasalahan bidang pertanian bidang ekonomi.
Permasalahan pertanian bidang tanaman pangan, sayuran, dan holtikultura ini akan dititik beratkan pada sub masalah penerapan teknologi. Pada penerapan teknologi sub tanaman padi, permasalahannya adalah sebagai berikut; (a) petani padi sebagian  besar belum melaksanakan pemupukan seimbang, (b) petani padi sebagian  besar belum menggunakan bibit bermutu/ berlabel, (c) petani padi sebagian  besar belum mau mengganti benih baru, (d) petani padi sebagian  besar belum melakukan pengendalian OPT pada padi dengan PHT, (e) sebagian kecil petani yang menggunakan pupuk organik, dan hanya 25% petani yang melaksanakan peningkatan mutu intensifikasi padi.


Kinerja Penyuluh Pertanian Kabupaten Semarang
Kabupaten Semarang memiliki jumlah pegawai penyuluh lapangan (PPL) sebanyak 200 orang yang tersebar pada tiap-tiap kecamatan. Dengan 9-10 desa yang ada pada tiap-tiap kecamatan, masing-masing desa tersebut ditugasi sebanyak 5 orang sebagai PPL. Dari sejumlah petugas penyuluh lapangan di atas, diberi tugas untuk melakukan pendampingan secara penuh kepada kelompok tani yang ada di Kabupaten Semarang. Sampai saat ini terdapat empat kelompok tani yaitu kelompok tanaman hias, kelompok buah-buahan, kelompok sayur-sayuran, dan kelompok padi dan palawija. Secara struktural, petugas PPL yang mendampingi di tiap-tiap desa, kedudukannya langsung di bawah kadin. Kadin sendiri membawahi tiga kepala bidang, yaitu kepala bidang kehutanan, kepala bidang pengembangan, kepala bidang teknologi pangan, dan kepala bidang perkebunan. Namun garis koordinasi antara PPL dengan Kadin dijembati oleh koodinator kelompok fungsi kecamatan yang kemudian di bawahnya terdapat PPL. Berdasarkan penelitian, dari sepuluh instrumen kinerja penyuluh pertanian di adalah sebagai berikut; penyuluh telah mampu mendeskripsi proses penyuluhan dengan tahapan yang sistematis.
Penyuluh telah mampu membaca potensi dan kendala penyuluhan. Namun penyuluh lemah dalam proses penyediaan dan penyebar-luasan informasi tentang teknologi budidaya dan pasca panen komoditas sesuai kebutuhan petani, penyuluh masih lemah dalam proses menyediakan dan menyebarkan informasi mengenai saprotan, pembiayaan dan pasar bagi petani, dalam mendukung komoditas lokal, penyuluh masih lemah dalam kegiatan penyuluh dalam menumbuh-suburkan kemitraan usaha antara petani dan pengusaha. Penyuluh masih lemah dalam perlakuan penyuluh dalam meningkatkan akses petani ke lembaga pembiayaan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran. Penyuluh masih lemah dalam menumbuh-kembangkan kewirausahaan pada petani dan pelaku usaha agribisnis, penyuluh telah berperan aktif dalam menumbuhkan kelembagaan di tingkat petani dan pelaku usaha, penyuluh telah memfasilitasi kegiatan pertemuan antara kelompok tani oleh penyuluh, dan penyuluh menekankan pada peneydiaan saprotan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.


PENUTUP


Berdasarkan penelitian, profil pertanian kabupaten Semarang adalah sebagai berikut; 
-         kecamatan Banyubiru merupakan kawasan sentra komoditi padi yang ditanam dalam dua kali musim, dan sedikit komoditi jagung serta sayuran,
-         kecamatan Sumowono merupakan sentra sayuran yang ditanam dalam dua kali musim, dan sedikit komoditi padi serta tanaman jagung,
-         sedangkan pada kecamatan Bringin merupakan kawasan sentra komoditi tanaman jagung yang ditanam dua kali musim, dan sedikit komoditi padi serta sayuran.
dengan tiga komoditi unggulan di atas, wilayah Kabupaten Semarang memiliki peran dan kontribusi penting dalam mendukung ketahanan pangan daerah.
Berdasarkan penelitian, dari sepuluh instrumen kinerja penyuluh pertanian di adalah sebagai berikut;
-         penyuluh telah mampu mendeskripsi proses penyuluhan dengan tahapan yang sistematis,
-         penyuluh telah mampu membaca potensi dan kendala penyuluhan. penyuluh lemah dalam proses penyediaan dan penyebar-luasan informasi tentang teknologi budidaya dan pasca panen komoditas sesuai kebutuhan petani, penyuluh masih lemah dalam proses menyediakan dan menyebarkan informasi mengenai saprotan, pembiayaan dan pasar bagi petani, dalam mendukung komoditas lokal, penyuluh masih lemah dalam kegiatan penyuluh dalam menumbuh-suburkan kemitraan usaha antara petani dan pengusaha,
-         penyuluh masih lemah dalam perlakuan penyuluh dalam meningkatkan akses petani ke lembaga pembiayaan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, dan
-         penyuluh masih lemah dalam menumbuh-kembangkan kewirausahaan pada petani dan pelaku usaha agribisnis, penyuluh telah berperan aktif dalam menumbuhkan kelembagaan di tingkat petani dan pelaku usaha, penyuluh telah memfasilitasi kegiatan pertemuan antara kelompok tani oleh penyuluh, dan penyuluh menekankan pada peneydiaan saprotan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.


DAFTAR PUSTAKA


FAO. 1990. Farming System Development-Guidelines for the Conduct of a Training Course in Fanning System Development. Food and Agriculture Organization of the United Nation, Bangkok, Thailand.
FAO dan IIRR. 1995. Resource Management for Upland Areas in Southeast Asia. Farm Field Document 2. Food and Agriculture Organization of the United Nation, Bangkok, Thailand and International Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines.
FAO.  2007. Trade Reform and Food Security – Conceptualizing the linkages.
Mudjijo. 1999. Laporan Bidang Penelitian Penyuluhan Pertanian. Survei Evaluasi Intensifikasi Padi dan Palawija Tahun1971-1978.
Maxwell, S. (1996) Food security: a post-modern perspective. Food Policy, Vol. 21. No. 2, pp 155-170.
Maxwell, S., and Frankenberger, T. (1992) Household food security concepts, indicators, and measurements. New York, NY, USA: UNICEF and IFAD.
Maxwell S. & Slater, R. (2003) Food Policy Old and New. Development Policy Review, Vol. 21(5-6), pp 531-553.
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama