Model Kemitraan Antara Sekolah Lokal Dengan Lembaga Penyuluh Pertanian Dalam Membangun Kelembagaan Pertanian Untuk Meningkatkan Produktivitas Usaha Tani Dan Pendapatan Petani
Oleh: Suhadi Rembang
Sebab ketidakberdayaan petani kita dalam memegang kedaulatan pangan adalah petani masih dibelenggu oleh kemiskinan struktural. Ketidakberdayaan disebabkan petani belum mampu membangun akses; ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, seni, dan teknologi. Pola keseharian yang belum berani mengambil resiko lebih besar, telah mengkontruksi pandangan, tindakan, dan harapannya untuk selalu di lapisan peri-peri. Kondisi demikian membuat petani secara umum masih dalam kubangan kemiskinan di sepanjang zaman.
Pemberdayaan masyarakat adalah kata kunci agar petani kita tidak disibukkan dalam kubangan keterbelakangan. Saatnya petani kita mendapatkan pencerahan dalam bentuk memberikan strategi untuk mengakses pengetahuan dan kekuasaan agar lepas dari jeratan kemiskinan. Kajian tentang kelembagaan kontekstual merupakan materi wajib untuk dihadirkan kepada petani. Dengan memahami kelembagaan, diharapkan petani akan memahami aturan main sistem, model struktur, dan mampu mengorganisir potensi dan kelemahannya, untuk mencapai produktivitas usaha tani dan meningkatkan pendapatan dalam kesehariannya.
Studi kelembagan pertanian telah menunjukkan, betapa rendahnya kapasitas petani kita dalam mengkonstruksi kelembagaan pertanian. Keberadaan ragam kelembagaan pertanian dalam memompa denyut nadi kebangkitan pertanian nasional, tidak lepas dengan kehadiran ragam kelembagaan pertanian. Kelembagaan yang konsen di bidang saprodi, agribisnis, pemasaran, permodalan, irigasi, informasi dan komunikasi, transportasi, teknologi pertanian, lembaga studi pertanian, lembaga pemetaan wilayah, dan beberapa lembaga yang kehadirannya fungsional dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, sudah saatnya dihadirkan. Sampai saat ini beberapa penelitian para ahli kelembagaan pertanian sebagian besar menyimpulkan masih lemahnya peranan lembaga pertanian nasional. Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. Maping Penelitian Kelembagaan Pertanian
Peneliti | Tahun | Masalah | Hasil |
Tim | 2002 | Pengembangan akses informasi pasar | Kendala: Belum berkembangnya kelembagaan pemasaran. Masalah: belum adanya relevansi political will-statement-action,. Tantangan: keberhasilan pertanian dipengaruhi akses informasi. Peluang: sudah terlaksananya sistem informasi online, |
Ratna sri widyastuti. | 2003 | Peranan tekonlogi dalam proruktivitas pertanian | penggunaan teknologi pertanian memiliki tingkat korelasi dengan produktivitas pertania yang bervairasi |
Tim | 2004 | Lembaga koperasi | Peranan koperasi dalam mendukung perilaku agribisnis petani tidak optimal |
Adang Agustian, et al. | 2005 | Lembaga pemasaran holtikultura | Petani holtikultura memiliki posisi tawar rendah |
Sumaryanto, et al. | 2006 | Sistem irigasi | Lembaga dan petugas serta kondisi fisik irigasi relatif buruk. |
Saptana, et al. | 2006 | Rantai pasok sayuran | Posisi petani sub ordinat, struktur pasar monopoli (pembeli tunggal), Manajemen rantai pasok sayuran jawa barat: petani—pedagang pengumpul (tengkulak)—bandar atau pedagang pengumpul—pasar induk-- |
I Wayan Rusastra, et al. | 2006 | Lembaga pemasaran ternak | Peternak Sapi potong, Daging Ayam, Telur Ayam tidak punya akses pada pasar modern |
Bambang sayaka, et al. | 2006 | Menganalisis sistem pembenihan | Sistem penyaluran benih terjadi pemotongan struktur, misalnya Puslitbang/Balitkomoditas—penangkar dan produsen—petani |
Rooganda elizabeth | 2007 | Kelembagaan kedelai | Dalam membangun kelembagaan pemasaran kedelai diperlukan relasi sosial, ekonomi, mengkaji alternatif kebijakan pembangunan dan pemberdayaan kelembagaan pedesaan. |
Rachmat et. al | 2007 | Faktor dan strategi LKM di desa | Keberhasilan LKM dalam peminjaman penyedia modal usaha masih bias |
Shobba shetty | 2007 | Sistem penawaran buah lokal | Buah impor mendominasi pasar swalayan, cepatnya peralihan sistem penawaran tradisional, petani yang aktif di pasar swalayan adalah pemilik lahan dan modal |
Sumber: Diolah dari berbagai sumber penelitian.
Rendahnya kapasitas pengetahuan petani dalam memuliakan pertaniannya, dan tidak mampunya kelembagaan pendukung dalam memberi jalan keluar untuk mengatasi perihal hambatan dan kendala dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, diharapkan peran penyuluh pertanian mampu hadir untuk membangun sistem kelembagaan pertanian yang masih lemah itu. Penyuluhan pertanian diharapkan tampil sebagai agen yang mampu melakukan proses transfer pengetahuan untuk memperdayakan masyarakat. Dengan melakukan pemberdayaan dan pendampingan dalam mencari, menciptakan, menggunakan akses kelembagaan terkait produksi, diskribusi dan konsumsi produk pertanian, produktivitas dan pendapatan petani akan meningkat. Kenyataannya, berdasarkan temuan pata peneliti di lapangan, penyuluh pertanian cenderung gagal dalam menjalankan fungsi yang diharapkan secara ideal. Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. Maping Penelitian Penyuluh Pertanian
Peneliti | Tahun | Masalah | Hasil penelitian |
Waridin | 1999 | Peran penyuluh pertania di Jawa | Tugas penyuluh pertanian dalam pengembangan pertanian tidak dapat terlaksana secara optimal |
Djari | 2001 | Sistem pendidikan petani yang lemah | Mengembangkan kemampuan (meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan) petani, untuk mencapai petani yang tangguh |
Puskaji | 2002 | Sistem penyuluh pertanian masih lemah | Penempatan penyuluh dan penghidupan fungsi BPP di daerah. |
Fatchan | 2004 | Kegagalan penyuluh pertanian | Para penyuluh hanya terpatri pada teori pertanian dan tidak memahami watak dasar tanah dan karakter musim |
Mawardi | 2004 | Kinerja penyuluh pertanian tidak optimal | Kelembagaan sering berubah-ubah |
Akmal | 2005 | Masyarakat petani sulit keluar dari kemiskinan struktural | peran penyuluhan tidak optimal |
Deptan | 2007 | Peran penyuluh di daerah | Memperlancar diseminasi dan penerapan teknologi produksi, pengolahan dan peningkatan mutu hasil |
Sumber: Diolah dari berbagai sumber penelitian terdahulu
Berdasarkan kajian di atas, perlu dilakukan permodelan dalam membangun kelembagaan pertanian secara mendalam tentang kapasitas kelembagaan penyuluh pertanian dalam mewujudkan produktivitas pertanian unggulan dan meningkatnya pendapatan pertanian nasional ke arah lebih baik. Perlu digelontorkan strategi pemberdayaan demi terwujudnya pemulihan dan peningkatan keberdayaan petani untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia yang unik dan merdeka.
Model yang saya maksud yaitu model kemitraan sekolah penyuluh pertanian. Model kemitraan sekolah penyuluh pertanian, menurut saya, adalah model kemitraan antara sekolah lokal dengan lembaga penyuluh pertanian dalam membangun kelembagaan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Wilayah kerja strategi kemitraan sekolah penyuluh pertanian adalah memberikan, menyebarluaskan, dan mendampingi masyarakat petani dalam membangun kelembagaan pertanian. Materi kelembagaan pertanian di bidang saprodi, agribisnis, pemasaran, permodalan, irigasi, informasi dan komunikasi, transportasi, teknologi pertanian, lembaga studi pertanian, lembaga pemetaan wilayah, dan beberapa lembaga yang kehadirannya fungsional dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, saatnya dihadirkan di sekolah. Sekolah yang sekitar lingkungannya berbasis pertanian akan lebih mendorong terwujudnya model ini. Melalui model sekolah kemitraan ini, kader penyuluh pertanian dapat berdialog dengan anak didik di sekolah setempat, dengan payung kurikulum muatan lokal unggulan sekolah atau ekstra kulikuler unggulan daerah yang bersangkutan.
Model kemitraan sekolah penyuluh pertanian yang telah berjalan selanjutnya dikembangkan dengan konsep laboratorium pertanian sosial. Konsep laboratorium pertanian, menurut saya, adalah ruang yang tersedia dalam masyarakat untuk mengimplementasikan pengetahuan tentang kajian kelembagaan pertanian antara sekolah lokal dengan lembaga penyuluh pertanian. Melalui laboratorium pertanian sosial, diharapkan menjadi jembatan besar antara sekolah dan penyuluh pertanian dengan masyarakat petani dalam membangun kelembagaan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Skema model kemitraan antara sekolah lokal dengan lembaga penyuluh pertanian dalam membangun kelembagaan pertanian untuk meningkatkan produktivitas usaha tani dan pendapatan petani dapat dilihat di bawah ini. Terimakasih.
Sumber Tulisan
Adang Agustian, et al.. 2005. Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Usaha Komoditas Pertanian. Bogor. Pusat Analisi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Laporan akhir penelitian TA 2005.
Akmal. 2005. Konsultasi Publik White Paper – Padang Kebijakan Pertanian Indonesia. Kamis, 27 Januari 2005. dalam http://www.jajaki.or.id/data/ publications /MoM%20Padang %20Agri %20-%2027%20Jan%2005.DOCAxinn, George. H,1988. Guide on Alternative Extension Approaches oaches and Agric. Organizes tion of the United Nations
Bambang sayaka, et al.. 2006. Analisis sistem pembenihan komoditas pangan dan perkebunan utama. Pusat analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Badan penelitian dan pengembangan
Deptan. 2007. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Dalam keluarganya. Dalam http ://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php? option=com content&task=view&id=429&Itemid=65. Diunduh pada tanggal 17 November 2007.
Djari E,C.M. Andrews,1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Suatu Kumpulan Karangan Gadjah Mada Press.
Ika Sadikin, et al.. 1999. Kajian Kelembagaan Agribisnis dalam Mendukung Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berbasis Agroekosistem. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor.
I Wayan Rusastra, et al.. 2006. Analisis Kelembagaan Rantai Pasok Komoditas Peternakan. Laporan akhir penelitian TA 2006. Bogor. Pusat Analisi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Marwan Syaukani. 2005. Konsepsi Kelembagaan Dalam Mewujudkan Sektor Perikanan Sebagai Prime Mover Perekonomian Nasional. Institud Pertanian Bogor. Sekolah Pasca Sarjana. S3.
Rooganda elizabeth. 2007. Penguatan dan pemberdayaan kelembagaan petani mendukung pengembangan kedelai
Ratna sri widyastuti. 2003. Produktivitas pertanian dan terknologi pertanian. Fe ui. Jurnal ekubank, volume 3 eidisi november 2003
Rachmat Hendrayana dan Sjahrul Bustaman. 2007. Fenomena Lembaga Keuangan Mikro Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Tekonologi Pertanian. Jl. Tentara Pelajar, 10 Bogor. 2007
Saptana, et al. 2003. Laporan kahir penelitian TA 2006. analisa kelembagaan kemitraan rantai pasok komoditas holtikultura. Pusat analisa sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen pertanian.
Saptana, et al. . 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di PedesaaN: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN.
Shobba shetty. 2007. Produsen holtikultura dan pengembangan pasar swalayan di indonesia. Bank dunia. Jakarta. Indonesia. Juli 2007. departemen perdagangan republik indonesia.
Tim. 2002. Pengembangan akses informasi pasar. Direktorat jenderal bina pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian. Departemen pertanian.
Tim. 2003. Kasus Sistem Penyuluhan di Sumatera Utara. Dalam Laporan Tahunan BPTP Sumatera Utara 2003. Hasil pengkajian dan diseminasi. Laporan Tahunan BPTP Sumatera Utara 2003.
Tim. 2004. Penelitian Tentang Pola Restrukturisasi Usaha Pertanian dan Usaha Kecil Pedesaan Serta Implementasi Terhadap Reposiis Kelembagaan Koperasi. 2004. Himpunan Abstrak Hasil Penelitian Koperasi dan UKM.
Waridin. 1999. Efectiveness of Implementation of Decentralisation Policy in Agricultural Extension: a Comparative Perseption of Extension Officer in Java, Indonesia. University Putra Malaysia. Doctor of Philoshopy.