Mendampingi generasi milenial dalam pembelajaran hingga sekarang masih susah-sudah gampang. Acapkali guru dibuat glepotan dalam mencapai indikator pencapaian kompetensi yang diinginkan. Padahal jika dilihat dari potensi generasi milenial, seharusnya pembelajaran lebih mudah dilangsungkan. Namun sayang kenyataannya tidak demikian.
Adalah membaca, aktifitas belajar yang wajib dihadirkan. Dengan membaca, para siswa mendapatkan gambaran peristiwa sain dan fenomena sosial masa lalu yang pernah berlangsung. Melalui membaca pula, para siswa mendapatkan informasi peristiwa sain dan fenomena sosial masa kini yang sedang berlangsung. Ketika proses membaca itu berlangung dengan normal, (biasanya) gambaran dan informasi yang didapat dari membaca itu akan berinteraksi dengan materi yang disampaikan oleh guru saat pembelajaran di kelas. Pada saat itulah akan terjadi pembelajaran yang interaktif. Guru dan siswa akan saling mendialogkan materi.
Namun sayang, yang terjadi tidak demikian. Suasana kelas yang hening dan penuh dengan kegelisahan semakin mendalam, ketika pertanyaan guru menyambar dan menyasar pada siswa yang duduk di pojok kelas yang ketahuan sedang asyik dengan perangkat digitalnya.
Adalah smartphone, sebuah gawai yang kerapkali menjadi musuh guru saat menggelar pembelajaran. Guru seringkali menjadi pajangan di kelas, uraian materi hanya sebatas masuk telinga kiri keluar telinga kanan siswa, dan para siswa masih asyik dengan dunia mayanya dengan sesekali mencuri kesempatan melihat gawainya dengan ekspresi ketawa ketiwi tanpa dosa.
Nah, iya kan?! Terjadi betulan kan?! Smartphone siswa segera disita semuanya. Seharian mereka terasa terasing dan mati rasa.
Terlepas siapa yang benar dan siapa yang salah, mari bersama-sama kita dudukan sejenak pikiran kita untuk mendiskusikan hal tersebut. Silahkan berkomentar dalam kolom komentar.
Terimakasih.