Kearifan Kurikulum Terbarukan. Tidak perlu gonta ganti wadah. Karena sejatinya dinamika kurikulum adalah keniscahyaan. Berapa anggaran negara yang kocar-kacir hanya untuk seremonial sosialisasi dinamika kurikulum. Ini adalah perilaku lewah yang harus dihentikan.
Saya membayangkan, ketika dinamika kurikulum selalu dijadikan program seremonial belaka, maka yang terjadi adalah kekacauan layanan publik belaka. Entah kali berapa kelas harus kosong, siswa tidak terurus, dan sekolah harus ribet mengatur administrasi kekurikuluman. Namun endingnya adalah copypaste administratif usai seremonial dinamika kurikulum.
Kurikulum dan Kearifan Tumbuhan
Tumbuhan adalah sumber energi yang terbarukan. Hingga sekarang jenis tumbuhan macam apapun sudah terbukti mampu menghasilkan oksigen, serat, carbon, hingga cadangan makanan. Apapun tumbuhannya. Hanya perlu tindakan yang disiplin untuk memperhatikan asupan mineral dalam habitatnya. Jika hal tersebut berlalu sesuai kedisiplinan hukumnya, pastinya tumbuhan akan selalu terbarukan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk alam semesta.
Belajar dari kearifan tumbuhan itulah, saya ingin mengajukan tindakan kurikulum di setiap satuan layanan pendidikan dengan konsep kurikulum terbarukan.
Dinamika kurikulum yang ada, harusnya tidak lagi banyak kemasan wadahnya. Buatlah kesepakatan nasional bahwa wadah kurikulum kita adalah kurikulum nasional. Titik tanpa pengecualian.
Isi, Aroma, dan Rasa
Selepas itu, wadah yang memihak kepada pemuliaan kepentingan nasional inilah, perlu disentuh dengan isi, aroma, dan rasa. Memberi isi, aroma, dan rasa akan lebih hemat, daripada mencetak wadah yang kosong.
Perihal isi, tentu semua sudah tahu bahwa filosofi isi kurikulum adalah untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa yang belum adil diberikan kepada rakyat, negara berkewajiban untuk merencanakan sumber daya manusianya melalui kurikulum. Perihal isi sungguh jelas dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Jika isi kurikulum adalah mata pelajaran dan materinya, maka isi kurikulum harus tunduk dan patuh terhadap isi Pancasila dan UUD 1945. Selesai dan mudah tanpa bertele-tele yang menguras banyak energi bangsa.
Jika urusan wadah kurikulum nasional kita telah selesai, selanjutnya adalah urusan aroma. Aroma macam apapun yang dihasilkan, adalah tidak hanya tergantung pada bahannya, tetapi juga tindakannya. Semakin banyak sentuhan senang dan cinta dalam hal materi pembelajaran yang ada, maka semakin beraroma yang menggugah semangat belajar para pemulia ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ada. Selama para pelayan layanan pendidikan tidak senang dan cinta dengan pekerjaannya, mustahil kurikulum yang kita gunakan akan menebar aroma khas yang penuh dengan citrarasa.
Selanjutnya adalah tentang rasa. Rasa yang menarik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah rasa senasip dan sepenanggungan. Perasaan menjadi satu dari bagian yang lain adalah kuncinya. Bagian ini memang cukup sulit untuk diwujudkan. Tetapi tidak kemudian adalah mustahil.
Lantas bagaimana mewujudkan kurikulum yang sama rasa, senasib, dan sepenanggungan? Untuk hal ini, isi dan aroma kurikulum tidak lagi bediri sendiri. Isi dan aromanya harus tercicipi semuanya. Bukan sebaliknya, rasa kurikulum semakin jauh dari rasa keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jangan kemudian rasa manis hanya ada di sekolah dekat para penguasa. Adapaun pahit semakin berasa di sekolah-sekolah yang jauh dari penguasa.
bersambung, nembe ono tamu ngajak ngopi