Tafsir Bebas "HARI INI 12 TAHUN YANG LALU"

Tafsir Bebas "HARI INI 12 TAHUN YANG LALU"



Kali ini saya akan coba mengulas puisi mas saya, mas Agung. Ulasan puisi sangat subjektif. Mohon hatur maaf jika ulasannya belum mengena. Selamat membaca....!

Judul: HARI INI 12 TAHUN YANG LALU
Karya: Agung Probo Sasmito
Guru SMA Negeri 1 Lasem, Jawa Tengah

Sekian kali musim berganti
Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju

Dua puluh empat kali musim berganti
Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...

Lasem,  Desember 2017

karya mas Agung Probo Sasmito

berikut ulasannya;

HARI INI 12 TAHUN YANG LALU

Sekian kali musim berganti
(Indonesia yang tropis, memiliki dua musim. Dua musim ini, selalu berputar silih berganti. Jadi yang dimaksud sekian kali musim berganti adalah dua musim itu dengan taatnya selalu datang dan menanti)

Berlabuh pada setiap bisikanMu
Pada bunga yang mekar dan Melayu
(Ketaatan musim itu semakin dikuatkan. Musim aja taat. Bagaimana dengan kita???? Hingga semua akan cantik pada waktunya. Alamalam raya menyambutnya. Bunga kian mekar).
(untuk diksi Melayu, mungkin yang dimaksud adalah pudarnya rekahan bunga di musim tertentu. Tapi boleh juga, klau melayu yang dimaksud adalah etnis. Karena etnis melayu cenderung menjadi pemilik identitas keragaman seperti bunga di taman. Tapi lebih jelasnya langsung tanya sama penulisnya).

Pada rumput yang bangkit dan terkapar
Kadang tangis bergetaran dibahu
Puluhan isyarat yang pendar tak tentu tuju
(tampaknya penulis cukup erat dengan cara pandang oposisi binner yang banyak pengikutnya di Jawa. Mungkin saja penulisnya adalah keturunan darah biru, hehehehe…. Mekar vs melayu, bangkit vs terkapar adalah identitas oposisi binnner. Namun se biner-binnernya orang Jawa, tetap selalu mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. Kejadian yang tak diharapkan saja menjadi petuah, apalagi kejadian yang baik. Penulis dalam hal ini cukup kuat dalam membaca pesan simbolik dari gejala alam).

Dua puluh empat kali musim berganti
(24 adalah 12 kali 2. Maksudnya adalah hasil penjumlahan musim kemarau dan musim hujan selama 12 tahun yang ketemu 24 musim. Kata berganti sendiri adalah menekankan pada pengulangan, bukan sebuah kehilangan. Cara pandang ini sangat kental dengan orang Jawa, dimana dalam kehormatan keluarga, sebenarnya seorang moyang yang terhormat akan diteruskan oleh para pewaris keturunannya. Inilah pesan yang mendalam bahwa kelahiran cucu bukanlah lepas dari alur sislsilahnya. Kelahiran cucu adalah reinkarnasi dari reporduksi ulang akan sebuah kehormatan dan keistimewaan anggota masyarakat dalam sebuah struktur sosial. Jadi sangat wajar jika ada perayaan yang berlebih. Itu semua bukan lewah, namun ini adalah pesan simbolik untuk saling berbagi dan mengabdi. Melebur tapi bukan lebur).

Pada teriak yang kering jauh ke hulu
Kaliankah yang berpeluh dan membatu...
Beratus dan beribu yang membisu...
Kini mengertab dan merupa bayang
Pada dinding gelap dan sebatas diam...
(bagian akhir ini cenderung bermakna ganda. Perspektif ambivalensi. Saya tidak tahu bagaimana penulis mengkonstruksikan peristiwa yang terjadi pada 12 tahun yang lalu. Teriak tapi kering, kian perpeluh dan membat, waktu memaksakan bisu, mengertab dan dian dalam dinding nan gelap. Jika mencoba dibaca, minimal ada dua pesan. Pertama, ada barisan teman karib yang sangat dekat dengan penulis. Dan semua teman karib itu sangat setia. Penulis kemudian memposisikan kearifan teman karibnya. Hal ini ditunjuklkan dengan pilihan diksi kering, membatu, bisu, baying, dan diam. Walaupun disaat penulis sedang goncang yang mengetarkan gunung, teman karibnya tetap selalu menjadi karib. Malampaui dari posisi memahami.  Bacaan yang kedua, memang mungkin ada kegundahan dari sebuah peristiwa yang tidak kunjung dapat harapan. Entah apa, kepada siapa, entah kenapa dan untuk apa, tentu ini tidak akan selesai sebelum penulis diajak duduk ramai dengan ornament barisan cawan hitam).

Lasem,  Desember 2017
(tidak hanya tanda, ini adalah penanda yang penuh dengan nilai-nilai masa lalu yang baik. Lasem)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama